OJK Sosialisasikan Pencegahan Pendanaan Terorisme Nonbank

id Pendanaan Terorisme, Dana Terorisme, OJK Lampung, OJK Sikapi Dana Teroris

OJK Sosialisasikan Pencegahan Pendanaan Terorisme Nonbank

Kepala OJK Lampung Untung Nugroho (kiri), dan Dewi Fadjarsari, Direktur Grup Antipencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme (APU-PPT) OJK Pusat saat sosialisasi, di Bandarlampung, Kamis (1/12). (FOTO: ANTARA Lampung/Ist)

Bandarlampung (ANTARA Lampung) - Otoritas Jasa Keuangan Provinsi Lampung menyosialisasikan pencegahan pendanaan terorisme kepada sejumlah lembaga keuangan nonbank di daerah ini.

Menurut Dewi Fadjarsari, direktur Grup Antipencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme (APU-PPT) OJK Pusat didampingi Kepala OJK Lampung Untung Nugroho di Bandarlampung, Kamis, dalam sosialisasi itu selain menerangkan modus pendanaan kegiatan terorisme kepada lembaga perbankan dan nonbank, juga memberikan data tentang delapan wilayah di Indonesia yang berisiko tinggi dalam pendanaan terorisme.

OJK juga menyampaikan profil nasabah yang menjadi potensi penyaluran kegiatan pendanaan terorisme tersebut.

Sosialisasi diikuti oleh pelaku jasa keuangan dari asuransi, dana pensiun, perusahaan pembiayaan, perusahaan penjaminan, pegadaian, dan lembaga keuangan mikro di Provinsi Lampung.

Menurut Dewi Fadjarsari, tindak pidana pendanaan terorisme (TPPT) diatur dalam Undang Undang Nomor 9 Tahun 2013.

"Sosialisasi tersebut dilakukan karena perang melawan terorisme tidak hanya dengan penindakan terhadap pelaku, namun dari pendanaannya pula," katanya.

Dia menyebutkan, secara umum modus pendanaan terorisme dilakukan berupa sumbangan ke yayasan, kegiatan perdagangan dan aktivitas kriminal.

Saat ini, menurutnya, terdapat delapan wilayah di Indonesia yang berisiko tinggi dalam pendanaan terorisme, yakni DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Banten, Sumatera Utara, Nanggroe Aceh Darussalam, Sulawesi Selatan, dan Nusa Tenggara Barat.

Sedangkan dari segi profil pelaku yang berisiko tinggi untuk terlibat dalam transaksi pendanaan terorisme itu adalah pelajar, mahasiswa, yayasan, dan organisasi nirlaba.

"Perpindahan dana dilakukan melalui sistem pembayaran elektronik, membawa secara tunai, dan sistem pembayaran online dengan pola transaksi tarik dan setor tunai," kata dia pula.

Menurut Dewi, tidak semua informasi berkaitan pendanaan itu disampaikan penyidik. OJK, katanya lagi, secara berkala merilis daftar terduga teroris dan organisasi teroris dari Mabes Polri kepada sektor jasa keuangan.

Hal itu dilakukan karena kedok pendanaan teroris masuk dalam kategori transaksi tidak mencurigakan dan dalam bentuk sumbangan.

Dia menegaskan bahwa daftar tersebut menjadi acuan bagi penyelenggara jasa keuangan nonbank untuk aktif mengawasi nasabah mereka.

Pada 2016, OJK sudah menerima beberapa laporan dari perusahaan asuransi yang nama nasabahnya masuk dalam daftar terduga teroris dan organisasi teroris. Laporan tersebut langsung diteruskan ke Densus 88.