Legal: PN Kota Agung Bijak Tangani Narkoba

id penyelahgunaan narkoba, bahaya narkoba

Bandarlampung (ANTARA Lampung) - Lembaga Advokasi Lampung (Legal) mengingatkan Pengadilan Negeri Kota Agung, Kabupaten Tanggamus untuk bijak dalam menangani kasus narkoba yang terjadi di Pringsewu.

"PN Kota Agung sebagai pengadilan negeri yang memiliki kompetensi untuk menangani perkara setelah dilimpahkan oleh Polres Tanggamus, harus bijak dalam menangani kasus penyalahgunaan narkoba yang sedang ditangani," kata Legal melalui Stevanus Lieberto SH, Staf Divisi Hak Ekosob, di Bandarlampung, Jumat.

Stevanus menyatakan, dalam kasus narkoba yang melibatkan 11 orang, dengan rincian enam orang perempuan dan lima orang laki-laki yang terjadi di Pringsewu, beberapa waktu lalu.

Dia menyebutkan, 11 orang tersebut adalah BA (25) warga Pasar Baru, RO (33) warga Pringkumpul, RM (26) penghuni losmen di Prikumpul, AD (30) warga Pringkumpul, dan AF (25) warga Margodadi, Kecamatan Ambarawa.

Sedangkan enam perempuan yang diamankan masing-masing adalah MAR (16), QR (19), RK (19), DS (19), EL (19) dan GL (25).

Berdasarkan tes urine ada enam orang yang ditetapkan menjadi tersangka, yaitu BA, RO, RM, RK, AD dan AF. Menurut Stevanus, dalam hal itu, metode rehabilitasi terhadap pemakai perlu dipertimbangkan sebagai sarana pemulihan, karena kebanyakan dari para pengguna narkoba adalah korban yang sebetulnya ingin berhenti tetapi diseret untuk masuk kembali ke dalam lembah penderitaan.

"Zat-zat adiktif yang dapat menyebabkan candu tersebut adalah opium, heroin, sabu-sabu, ekstasi, putaw, ganja atau mariyuana, dan hashish.

Dia menyatakan, pengalaman banyak korban menunjukkan sebelum para pengguna narkoba mengikuti rehabilitasi secara komprehensif, mereka akan terus-menerus kembali memakai narkoba meski memiliki keinginan untuk berhenti.

Berdasarkan literatur dari Tim Divisi Media yang berjudul Rehabilitasi Korban Narkoba, katanya lagi, hal tersebut sering membuat mereka putus asa dan tidak berdaya dalam mengatasinya, sehingga memunculkan dorongan untuk mengakhiri hidupnya dengan bunuh diri.

Karena itu, dia mengingatkan agar pihak kepolisian harus kembali mempertimbangkan asas keseimbangan yang ada di dalam hukum acara pidana, meski apa yang telah dilakukan oleh Satuan Reserse Narkoba Polres Tanggamus tidak serta-merta seluruhnya tidak tepat.

Stevanus mengutip Yahya Harahap bahwa aparat penegak hukum pada satu sisi wajib melindungi martabat dan hak-hak asasi kemanusiaan seorang tersangka/terdakwa, sedangkan pada sisi lain memiliki kewajiban untuk melindungi dan mempertahankan kepentingan-kepentingan umum.

Menurutnya, dalam hal ini pihak kepolisian harus kembali memikirkan hak seorang pecandu narkoba untuk sembuh tanpa menghilangkan kemungkinan-kemungkinan bagi pengguna narkoba untuk memiliki persepsi jika mereka menggunakan narkoba, mereka tidak akan tersentuh hukum karena akan direhabilitasi, sehingga dapat menimbulkan kekacauan karena pengguna narkoba akan semakin bertambah banyak.

Ia menyatakan, solusi bagi penegakan hukum yang melindungi hak asasi manusia, petunjuk pelaksanaannya menurut Prof Mr Roeslan Saleh adalah dengan perlakuan yang adil dan tepat, penjelasan yang terang atas tindakan yang dikenakan, tidak mempublikasikan hasil penyidikan, hindari perlakuan yang kasar, memberikan kesempatan untuk mengutarakan pendapat, dan mengenal lebih dalam perihidup tersangka/terdakwa.

Karena itu, Legal mengimbau jika kemudian perkara ini dalam prosesnya telah dilimpahkan ke Pengadilan Negeri Kota Agung, diharapkan agar para hakim nantinya dapat melihat perkara ini dengan kacamata berbeda dan bijak dalam menentukan putusannya.

"Jika seandainya para hakim mau memberikan putusan untuk merehabilitasi para pecandu narkoba, maka harus kembali dilihat apakah para pelaku merupakan pengguna atau bandar narkoba. Jika pelaku merupakan bandar narkotika maka jelas dapat dikenakan hukuman mati sesuai dengan perbuatannya," ujarnyas pula.

Dia menyebutkan, ketentuan pidana mati mengenai bandar narkoba terdapat pada pasal 113 (2), 114 (2), 116 (2), 118 (2), 119 (2), 121 (2), dan 133 (2) UU No. 32 Tahun 2009 tentang Narkotika.

Namun, kata dia pula, jika ternyata berdasarkan hasil penyidikan masing-masing pelaku ternyata merupakan pengguna narkoba dan membawa narkotika yang beratnya tidak melebihi 1 kg atau melebihi 5 batang pohon atau dalam bentuk bukan tanaman beratnya 5 gram, maka para hakim PN Kota Agung harus mempertimbangkan kembali hal-hal seperti yang telah disebutkan di atas.

Ia menegaskan, jika memang pemerintah hendak serius memberantas narkoba, perhatikan tempat-tempat rehabilitasi yang ada di Indonesia dan lembaga pemasyarakatan (lapas).

Pada praktiknya, tempat rehabilitasi justru telah berubah dan disusupi motif komersial dan hanya sedikit yang benar-benar menolong para pecandu narkoba, ujar dia.

"Sedangkan ketika para pecandu narkoba ditempatkan di lapas, justru di situ para pecandu disediakan narkoba dan makin menjadi-jadi," kata Stevanus pula.

Karena itu, Legal merasa perlu menyoroti permasalahan yang krusial ini dan mendorong hakim untuk nantinya memberikan putusan yang bijak, katanya pula.(Ant)