Jerman menjadi sahabat bagi warga Suriah

id Jerman menjadi sahabat bagi warga Suriah

Jerman menjadi sahabat bagi warga Suriah

Seorang wanita Suriah duduk bersama anak-anaknya di luar kantor imigrasi Lebanon pada pos perbatasan Masnaa, setelah menyeberang dari Suriah ke Majdal Anjar, Lebanon, pada Senin (23/7/2012) (americanprogress.org)

Berlin (Antara/Reuters) - Tiga hari setelah bertemu kembali dengan anak bungsunya, bapak asal Suriah menghadiahkan sabun minyak zaitun dan laurel, hiasan dinding dan sekotak kue manis dengan kenari hijau kepada pria Jerman, yang sebelumnya tidak dikenalnya.
        
Bingkisan itu berasal dari Aleppo, kota dicabik perang lima tahun dan tempat bapak berusia 71 tahun itu bersama putra sulungnya berhasil keluar berkat bantuan seorang warga Jerman, insinyur dan ayah dari empat anak, Martin Figur.
        
Figur adalah salah seorang "Bapak Wali Pengungsi", yang dipertemukan dengan keluarga itu oleh sebuah lembaga swadaya masyarakat penyokong bantuan untuk menolong warga Suriah, yang berada di Jerman, guna mendatangkan keluarga mereka, yang lain, ke negeri tersebut.
        
"Selama perang, Jerman, pemerintah dan warganya lebih menunjukkan sikap  sebagai sahabat bagi orang Suriah ketimbang orang Arab," kata ayah dari Suriah itu kepada Figur dalam pertemuan mereka, yang disaksikan Reuters.
        
Ia menolak memberikan namanya guna melindungi kerabatnya yang masih berada di kota yang sudah tercabik-cabikoleh pertentangan.
        
Pengawasan ketat di perbatasan-perbatasan Eropa, aturan permohonan suaka yang makin keras dan juga kesepakatan Uni Eropa dan Turki untuk mengurangi penyebrangan laut oleh para pengungsi ke Yunani telah membuat pengungsi Suriah di Jerman harus berjuang keras untuk menolong keluarga mereka yang masih berada di negerimya agar mereka aman.
        
Kedatangan sejuta migran lebih ke Jerman tahun lalu mendorong pemerintah Jerman untuk memperketat aturan suaka, termasuk larangan pertemuan kembali dengan keluarga dalam jangka waktu dua tahun bagi mereka yang mendapat status pengungsi, membuat suasana semakin memburuk.
        
Martin Keune, seorang pemilik lembaga periklanan, mendirikan Bapak Wali Pengungsi tahun lalu setelah dua pengungsi Suriah yang ditampungnya memohon-mohon bantuan untuk mendatangkan orang tua mereka.
        
Keune mendapat pencerahan dari kisah paman istrinya, seorang Yahudi, yang lolos dari maut berkat bantuan dari pasangan suami-istri Inggris yang mengangkatnya sebagai anak, sementara seluruh anggota keluarga paman istrinya itu dikirim ke kamp Nazi di Krakow, Polandia, tempat mereka dihabisi.
        
Di bandara Schoenefeld, Berlin, Sabtu lalu, putra bungsu pria Suriah itu, Monhannad, yang sudah berada di Jerman sejak 2006, menahan air matanya ketika  bertemu dengan ayah dan saudara laki-lakinya.
        
"Kamu terlihat kelelahan tetapi sehat, dan masih bernapas, itu yang paling penting," katanya sambil menggenggam erat tangan ayahnya.

    
   Menyedihkan
   
Monhannad (36) datang ke Jerman 10 tahun yang lalu mengikuti program pertukaran budaya dan sudah berulang kali berusaha untuk berkumpul kembali dengan keluarganya sejak 2012.
        
"Ketika saya melihat aturan-aturan mengenai reuni keluarga, saya menjadi merana," katanya.
        
Uang sakunya sebagai pengungsi di Berlin tidak sampai 2.160 euro atau sekitar 2.460 dolar, jumlah yang menurut pihak berwenang merupakan batas minimal bagi seorang sponsor untuk mendatangkan seorang anggota keluarga. Jumlah itu merupakan gaji rata-rata terendah di Jerman.
        
Sejak Maret 2015, kelompok para Bapak Wali telah menemukan 103 sponsor, duapertiganya sudah berkumpul dengan keluarga mereka di Berlin, sisanya sedang menunggu untuk mendapat izin tinggal di konsulat Jerman di Lebanon dan Turki.
        
Asosiasi hanya dapat memberi sponsor bagi orang Suriah yang mempunyai sedikit-dikitnya seorang keluarga dekat, seperti, pasangan, anak, orang tua atau saudara yang sudah berada di Jerman sedikitnya selama setahun.
        
Dananya tergantung dari 2.200 sponsor yang mengumpulkan 800 euro per bulan untuk setiap orang Suriah. Dana tersebut untuk membayar sewa tempat, asuransi dan 400 euro, setara dengan tunjuangan yang diberikan oleh pemerintah Jerman bagi pengangguran.
        
Para Bapak Wali tidak mendanai langsung pendatang Suriah, melainkan mendapat tanggungjawab hukum untuk biaya hidup mereka selama lima tahun, meskipun bila para pencari suaka itu kelak kemudian mendapat kedudukan sebagai pengungsi secara penuh.
        
Figur menandatangani "Deklarasi komitmen" dan bersedia menanggung ayah Mohannad, saudaranya bahkan juga ibu mereka yang masih di Aleppo.
        
"Saya hanya bisa mendorong orang untuk berhubungan dengan pengungsi, karena hanya dengan cara ini sikap mereka akan berubah," kata Figur, penganut Katolik.
        
Gencatan senjata di Aleppo,  kota niaga terbesar kedua di Suriah- sebelum perang, sejak pekan lalu memudahkan perjalanan ayah dan anak itu dengan jalur darat melewati Lebanin menuju Jerman selama 20 jam.
        
Mereka sadar bahwa mereka sangat beruntung fan berharap agar ibu, anak perempuan dan cucu, yang masih tinggal bersama menantu laki-lakinya, akan segera dapat menyusul ke Berlin.
        
Bingkisan bagi Figur disebutnya sebagai tanda bersyukur atas "bantuan bagi orang asing".
        
"Figu menolong kami meskipun tidak kenal kami," kata saudara Monhannad, dan menunjuk Bapak Walinya sambil tersenyum, "Ini yang kelak ingin saya kerjakan, membantu orang lain."