Jurnalis Lampung Aksi Simpatik Hari Kebebasan Pers

id Peringatan Hari Kebebasan Pers Internasional 2016, Hari Kebebasan Pers Internasional, Kebebasan Pers Internasional

Jurnalis Lampung Aksi Simpatik Hari Kebebasan Pers

Seorang jurnalis perempuan di Lampung menunjukkan stiker kampanye pada aksi simpatik memperingati Hari Kebebasan Pers Internasional di Bandarlampung, Selasa (3/5). (FOTO: ANTARA Lampung/Tommy Saputra)

AJI menilai, berbagai tindakan represif atas upaya menyampaikan ekspresi kelompok warga yang lain terjadi akibat buruknya pemahaman akan toleransi.
Bandarlampung (ANTARA Lampung) - Belasan jurnalis dari berbagai media massa di Bandarlampung Provinsi Lampung turun ke jalan menggelar aksi simpatik untuk memperingati Hari Kebebasan Pers Internasional (World Press Freedom Day) 2016 dipusatkan di sekitar Tugu Adipura Bandarlampung, Selasa (3/5) siang.

Aksi simpatik peringatan Hari Kemerdekaan Pers Internasional 3 Mei 2016 itu dimotori pengurus Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Bandarlampung dan diikuti anggota serta pengurusnya maupun para jurnalis dari beragam media massa dan organisasi wartawan lainnya.

Para jurnalis yang biasa bertugas melakukan liputan itu, turun ke jalan-jalan di sekitaran Tugu Adipura, mencoba menghentikan kendaraan yang sedang lewat karena traffic light tak berfungsi akibat listrik padam, dan memberikan sejumlah stiker berisikan kampanye, slogan dan ajakan untuk dapat memahami hak warga negara untuk menyampaikan pendapat dan ekspresi serta hak mendapatkan informasi yang benar.

Sekretaris AJI Bandarlampung Wandi Barboy menegaskan bahwa aksi simpatik ini dilaksanakan untuk kembali mengkampanyekan prinsip-prinsip dasar kebebasan pers dan kebebasan berekspresi di Indonesia, mengingat dua prinsip itu yang menjadi esensi terbentuk AJI pada Deklarasi Sirnagalih 7 Agustus 1994 lalu.

Dalam peringatan World Press Freedom Day (WPFD) 2016 ini, AJI mengusung tema "Berbeda itu Hak!" yang berkaitan dengan situasi pemenuhan hak asasi manusia (HAM) khususnya terkait jaminan pasal 19 Deklarasi Universal HAM (DUHAM) PBB dan pasal 28F UUD 1945.

Wandi Barboy yang mendampingi mantan Ketua AJI Bandarlampung Yoso Muliawan dan sejumlah pengurus AJI Bandarlampung itu, menyebutkan jaminan perlindungan dan penghormatan HAM dalam aturan tersebut meliputi dua hal mendasar, yaitu hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar, dan hak untuk menyebarluaskan informasi serta hak atas kebebasan berekspresi.

"Hanya dengan jaminan hak atas informasi dan hak untuk berekspresi, setia warga negara bisa terus menuntut negara untuk menjamin dan memenuhi hak warga negara yang bebas beragama dan berkeyakinan, hak warga negara untuk berserikat, atau pun hak warga negara untuk mencari penghidupan yang layak," katanya lagi.

Menurutnya, dalam beberapa tahun terakhir kita justru menyaksikan aparatur negara yang lalai untuk menjamin dan memenuhi hak warga untuk memperoleh informasi dan bebas berekspresi, sehingga berbagai upaya warga untuk mengekspresikan pendapat kerapkali gagal karena tindakan intoleran kelompok warga yang lainnya.

Kebebasan berpendapat dan berekspresi warga negara juga kerap terjerat aturan hukum yang masih membelenggu, sehingga berakhir di pengadilan.

AJI menilai, berbagai tindakan represif atas upaya menyampaikan ekspresi kelompok warga yang lain terjadi akibat buruknya pemahaman akan toleransi.

Karena itu, kata Wandi pula, sesuai dengan jaminan hak-hak konstitusional warga negara dalam UUD 1945, AJI mengkampanyekan slogal "Berbeda itu Hak!" sebagai langkah awal untuk membangun kembali pemahaman publik akan toleransi dan ke-Bhinnekaan Indonesia.

AJI menuntut pihak Kepolisian RI untuk memenuhi dan menjamin hak setiap warga negara untuk menyatakan pendapat dan berekspresi, dengan tetap melakukan tindakan tegas terhadap segala bentuk anjuran kekerasan maupun ujaran kebencian rasial atau pun sektarian.