Hentikan Menu Hidangan Berbahan Hiu Saat Imlek

id Hentikan Menu Ikan Hiu, Jangan Konsumsi Lagi Ikan Hiu, Perburuan Ikan Hiu

Sudah saatnya kita menghentikan segala bentuk promosi, konsumsi dan penjualan produk berbahan dasar hiu. Selain berdampak buruk bagi tubuh, karena kandungan merkuri yang tinggi, hiu merupakan penjaga kestabilan ekosistem.
Surabaya (ANTARA Lampung) - Beberapa waktu lalu, Balai Karantina Ikan Kelas I Surabaya II bersama Bea Cukai Jatim I berhasil menggagalkan penyelundupan sirip hiu ilegal sebanyak 20 ton dengan tujuan Tiongkok.

Dokumen ekspor sirip hiu yang berhasil digagalkan itu dipalsukan menjadi Frozen Fish Maw (isi perut ikan). Padahal, dari segi jenis, jelas berbeda, dan dari sisi harga juga jauh berbeda. Data Balai Karantina Ikan Kelas I Surabaya menyebut, perkilonya sirip hiu yang dijual harganya bisa mencapai Rp1 juta.

Selama ini penyelundupan sirip hiu dari Indonesia marak terjadi. Catatan FAO pada tahun 2010 menyebut Indonesia merupakan negara  yang melakukan ekspor hiu terbesar mencapai 100.000 ton per tahun.

Uniknya, selain melanggar hukum, karena hasil penjualan tidak masuk ke kas negara, penyelundupan juga bermasalah, karena hiu merupakan salah satu satwa langka dilindungi. Selain itu, penyelundupan dilakukan karena permintaan sirip hiu untuk dikonsumsi menyambut hari raya imlek biasanya meningkat.

"Saat menjelang imlek biasanya harganya melambung.  Di Tiongkok ada semacam prestise kalau bisa makan sup sirip hiu di hari raya imlek," ujar Sugiharto Budiman, Sekjen Eco Diver Journalists, Sabtu (6/2).

Tidak hanya di Tiongkok, menjelang perayaan Hari Raya Imlek, hal serupa juga terjadi di Jakarta. Permintaan akan sirip hiu selalu tinggi. Survei  WWF-Indonesia  pada  Desember  2015  menemukan,  setidaknya  30 persen dari 135 responden hotel berbintang dan restoran di DKI Jakarta  masih menawarkan menu berbahan dasar hiu.

"Survei WWF-Indonesia pada tahun 2014 menunjukkan konsumsi sirip hiu di restoran di Jakarta setidaknya 15.000 kg per tahun," demikian isi siaran pers WWF Indonesia yang diterima Eco Diver Journalits.

Sejak  awal  perkembangan  gastronomi,  hidangan  berbahan  dasar  ikan  hiu  dianggap  eksotik  karena kerap dibarengi dengan mitos tentang khasiat dan rasanya.

Oleh sebab itu, Eco Diver Journalists dan WWF-Indonesia mengajak hotel dan restoran yang masih menawarkan dan menyajikan  hidangan berbahan dasar hiu untuk menyediakan menu alternatif dengan bahan-bahan yang lebih sehat dan lebih ramah lingkungan.

"Kami yakin jaringan hotel  dan restoran  tetap  dapat  memuaskan konsumen  mereka  walau  tidak  lagi  menyajikan  menu hidangan berbahan dasar hiu." ujar Sugiharto Budiman.
 
Saat ini, data WWF menyebut, 2 hingga 3 hiu mati setiap detiknya akibat perburuan di perairan dunia, kebanyakan untuk memenuhi permintaan sebagai bahan dasar makanan dan obat tradisional. Dengan kemampuan reproduksi hiu yang lambat, hanya melahirkan 5-10 anak dalam dua hingga tiga tahun, keberadaan populasi hiu di alam  terancam  punah.  

Sementara itu, tak banyak pihak yang peduli bahwa punahnya hiu akan  berakibat pada kesehatan  ekosistem  laut,  salah  satu  ekosistem  yang  menopang  keberlanjutan hidup manusia.

"Acapkali seekor hiu harus berakhir di atas piring makan dalam perjamuan mewah, padahal hiu  merupakan  predator  puncak yang  memiliki peran menjaga kestabilan ekosistem laut," ujar Dwi Aryo Tjiptohandono, Koordinator kampanye kelautan & perikanan WWF-Indonesia.

Bulletin Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) tahun 2009 menyebut adanya kandungan merkuri di tubuh hiu. Kandungan merkuri itu sebesar 1-4 ppm. Jika kontaminan merkuri itu masuk ke tubuh  manusia, sebagian  besar  akan  ditimbun  di  ginjal. Selanjutnya akan mengakibatkan kerusakan pada susunan saraf pusat, ginjal dan hati.

Dengan kondisi itu, sudah saatnya kita menghentikan segala bentuk  promosi, konsumsi dan penjualan produk berbahan dasar hiu. Selain berdampak buruk bagi tubuh, karena kandungan merkuri yang tinggi, hiu merupakan penjaga kestabilan ekosistem.

"Jika populasi hiu menurun akibat perburuan ilegal, pada akhirnya kepunahan hiu akan mengganggu keseimbangan ekosistem," kata Sugiharto.