Indonesia Masih di Bawah Standar

id Indonesia Masih di Bawah Standar, IB Ilham Malik

Bandarlampung (ANTARA Lampung) - Dalam penelitian yang dilakukan oleh Japan International Cooperation Agency Research Institute (JICA-RI), dirumuskan bahwa pembangunan infrastruktur memegang peranan penting dalam pertumbuhan ekonomi negara (Yasuo Fujita, 2012).

Karena itu, pertumbuhan ekonomi dengan menempatkan pembangunan infrastruktur dasar menjadi hal yang relevan untuk dilakukan. Dan sejak lepas dari krisis ekonomi, pemerintahan SBY hingga Jokowi kini, dijadikannya pembangunan infrastruktursebagaisoko guru pengembangan ekonomi riil pada tahapan awal pemerintahan, adalah hal yang bisa diterima dalam konteks pembangunan nasional. Bahwa kemudian ada beragam kebijakan dan langkah lain yang dilakukan untuk memastikan ekonomi Indonesia terus tumbuh, hal itu adalah sejalan dengan konsep pengembangan ekonomi nasional yang tetap menjadikan pembangunan infrastruktur sebagai hal yang wajib dilakukan untuk memastikan langkah peningkatan kesejahteraan masyarakat bisa berjalan baik. Hal lainnya adalah langkah pendukung, meskipun posisinya juga sangat penting.

Pembangunan dan pengembangan infrastruktur nasional sangat mendesak dilakukan dan dipercepat realisasinya. Indonesia sudah tidak bisa lagi membiarkan proses pembangunannya lamban. Karenanya, keinginan Jokowi dan JK agar proses realisasi beberapa projek (sebut saja megaprojek) dapat terwujud cepat adalah hal yang harus selalu didukung. Indonesia tidak bisa berdiam diri di tengah proses pembangunan yang lambat sementara negara lain melakukan berbagai upaya untuk mempercepat proses pembangunan infastruktur. Keputusan SBY mengeluarkan Perpres Nomor 40 Tahun 2014 tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah untuk KepentinganUmum menunjukkan bahwa pemerintah sudah sangat ingin agar ketersediaan infrastruktur yang memadai ini bisa cepat terwujud (yang memang banyak terkendala pada pembebasan lahan). Karena jika lambat direalisasikan maka pada akhirnya akan memperlambat juga proses percepatan kesejahteraan masyarakat.

Namun kita bersyukur karena pemerintahan sejak masa SBY mampu mengeluarkan Indonesia sebagai negara dengan pendapatan rendah (Low Income Country/LIC). Masih ada banyak negara terutama di Asia yang masuk kategori LIC. Namun beruntung, kemampuan aparatur pemerintah mengeluarkan paket kebijakan dalam berbagai hal, mampu menempatkan Indonesia bukan lagi LIC namun sudah menjadi Developing Country bersama dengan Tiongkok/China, India, Brunei Darusalam, Malaysia, Pakistan, Srilanka, Thailand, Tuvalu, Fiji dan Filipina (JICA-RI, 2012).
  
Hal ini menjadikan Indonesia memiliki saingan yang lebih sedikit dan itu berarti upaya yang harus dilakukan lebih bisa terukur. Bayangkan jika Indonesia berada di tingkat Large LIC dan Small LIC, upaya untuk menjadikan Indonesia sebagai negara maju dan sejahtera, akan menjadi lebih berat. Tahapan pembangunan yang dilakukan kabinet SBY sangat baik sehingga mampu secara sistematis menempatkan Indonesia dalam posisi yang lebih terhormat.

Namun bukan berarti bahwa Indonesia bisa bersantai. Jika dibandingkan dengan posisi negara maju yang sudah mapan secara ekonomi dan masyarakatnya sudah terbebas dari masalah perut, masih ada banyak hal yang harus dilakukan. Bahkan jika mengacu pada standar rata-rata kondisi negara berkembang saja, posisi Indonesia pada kualitas infrastruktur secara keseluruhan, masih di bawah rata-rata. Apalagi jika dilihat per sektor seperti jalan, rel kereta api, pelabuhan, bandara, dan suplai listrik, maka posisi Indonesia masih sangat jauh di bawahnya. Untuk sektor jalan hanya Brunei, Malaysia, dan Thailand yang berada di atas rata-rata. Untuk rel kereta api hanya Srinlanka, Malaysia, India dan Tiongkok/China yang berada di atas rata-rata negara berkembang. Untuk pelabuhan hanya Thailand, Srilanka, Malaysia, dan Brunei yang mapan. Untuk bandaranya Thailand dan Malaysia yang berada di atas rata-rata. Dan untuk suplai energi listrik hanya Thailand, Malaysia, Tiongkok/China, dan Brunei yang mampu menempatkan posisinya berada di atas rata-rata negara berkembang.

        Dimana Posisi Indonesia?
Di bawah rata-rata atau standar negara berkembang. Karena itu, tidak berlebihan jika pemerintahan saat ini memposisikan diri sebagai pemerintahan yang bekerja. Karena semua sudah ada dan tinggal dikerjakan, tinggal dipastikan semua bisa berjalan sesuai dengan arahan pengembangan dan pembangunan yang telah ada sebelumnya. Dan tentu saja secara bersamaan juga ada penyempurnaan-penyempurnaan agar pembangunan bisa berjalan lancar. Namun hal yang penting untuk dicatat adalah Indonesia masih berada di bawah standar negara berkembang. Dan pemerintahan kita saat ini tidak bisa menunggu lebih lama lagi karena secara bersamaan negara lain sedang berupaya serius untuk meningkatkan posisinya sebagai cerminan peningkatan kesejahteraan masyarakat.

Masalah krusial yang dialami oleh banyak negara adalah sumber pembiayaan pembangunan infrasrukturnya. Jika mengandalkan sumber pembiayaan sendiri, pada dasarnya hal tersebut akan menyehatkan keuangan negara namun di sisi lain proses pembangunannya yang lambat karena mengandalkan uang negara yang sumbernya dari pajak dan pendapatan lain-lain.
Jika pendapatan negara menurun maka secara otomatis pembiayaan untuk infrastruktur juga menurun. Seperti yang dialami oleh Indonesia yang sejak krisis 1997 yang lalu alokasi anggaran untuk infrastruktur selalu saja di bawah 1 persen GDP.  Hal ini menandakan bahwa mengandalkan pembiayaan negara sebagai satu-satunya sumber pembiayaan juga memiliki risiko.

Namun hal yang ingin saya sampaikan adalah bahwa pekerjaan bangsa ini masih sedemikian banyak dan besar. Dan upaya pemerintah yang mendedikasikan dirinya sebagai pemerintahan yang bekerja, membutuhkan pihak lain untuk menjadi pengarah dan pengingat kerja-kerja pemerintahan.  Pada akhirnya nanti pembangunan bangsa ini berada di jalur cepat yang akan menghantarkan Indonesia sebagai negara maju karena masyarakatnya sehat, berpendidikan, memiliki pendapatan per kapita yang tinggi dan tidak lagi ada yang tidak terakses oleh sanitasi, listrik, dan telekomunikasi.

Semoga sebagian besar bisa tercapai pada masa pemerintahan Jokowi-JK ini.

*) Ida Bagus Ilham Malik, Mahasiswa PhD di Kitakyushu University, Jepang. Penerima Beasiswa Monbukagakusho. Ketua 1 Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPI) Jepang.