Ricky Tamba Ajukan Praperadilan Penetapan Tersangka

id Ricky Tamba Adukan Kriminalisasi ke Komnas-HAM, Ricky Tamba ke Komnas-HAM, Ricky Tamba Dikriminalisasi, Ricky Tamba Ajukan Praperadilan

Bandarlampung (ANTARA Lampung) - Team Advokasi Gerakan Rakyat Indonesia telah mendaftarkan gugatan praperadilan ke Pengadilan Negeri Tanjungkarang atas penetapan Ricky Tamba sebagai tersangka oleh pihak kepolisian di Bandarlampung, berkaitan gugatan class action kepada gubernur dan wakil gubernur Lampung.

Menurut informasi diperoleh di Bandarlampung, Kamis (29/10), Ricky Tamba melalui Tegar Indonesia yang dimotori Agus Rihat P Manalu, Masrina Napitupulu, dan Resman Sidauruk, Rabu (28/10) pagi, telah resmi mendaftarkan gugatan praperadilan ke PN Tanjungkarang.

Upaya praperadilan itu dilakukan mereka, menyusul penetapan Ricky Tamba menjadi tersangka oleh pihak kepolisian terkait class action rakyat Lampung.

Gugatan class action rakyat Lampung "Tagih Janji Gubernur Ridho Ficardo dan Wagub Bakhtiar Basri" oleh Tegar Indonesia, justru berujung pada penetapan aktivis 98 Ricky Tamba menjadi tersangka di Polresta Bandarlampung.

Berkaitan itu pula, sebelumnya Rycky Tamba dan Tegar Indonesia telah mengadukan permasalahan tersebut ke Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas-HAM) di Jakarta.

Komnas-HAM, Senin (26/10), menerima pengaduan kriminalisasi aktivis 1998, Ricky Tamba itu yang menjadi tersangka pelanggaran Undang Undang tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), pasal 160, dan pasal 311 KUHP terkait gugatan class action rakyat Lampung "Tagih Janji Gubernur Ridho dan Wagub Bakhtiar".

Ricky Tamba datang bersama Tegar Indonesia yang dipimpin Agus Rihat P Manalu, Masrina Napitupulu, dan Resman Sidauruk, serta diterima Wakil Ketua Komnas-HAM, Siti Noor Laila dan staf.

"Komnas-HAM sudah mendapatkan penjelasan dari Ricky Tamba dan tim pengacaranya. UU HAM menjamin semua warga negara kebebasan berekspresi, berpendapat dan aktif dalam pemerintahan. Apa yang disampaikan Ricky Tamba justru mengingatkan atau kritik prosedural lewat proses hukum yang baik, bukan demo yang anarki," ujar SN Laila, saat menerima pengaduan Ricky itu pula.

Komnas-HAM, menurut Laila, justru mengapresiasi upaya Ricky Tamba dan TEGAR Indonesia.

"Sudah seharusnya pemerintah daerah di Lampung tidak bersikap reaktif dengan mengadukan warganya yang mengkritik, tetapi harus berterima kasih diingatkan melalui class action. Dalam perspektif HAM, negara memiliki kewajiban yang harus dilaksanakan, dari pemerintah pusat sampai daerah. Yang punya hak adalah warganegara," katanya lagi.

Menurut Laila lagi, "Terkait kriminalisasi, kami menempatkan Ricky Tamba sebagai human right defender yang secara konsisten sejak 1998 memperjuangkan hak masyarakat dan membantu pemerintah. Ketika negara belum memenuhi kewajiban, dia bantu kampanyekan pemenuhan kebutuhan, pemerintah justru harus berterima kasih. Human right defender bekerja sukarela tanpa dibayar dan ada kepentingan apa pun. Dalam kasus Ricky, tidak seharusnya pemda dan timnya termasuk aparat penegak hukum melakukan reaksi negatif," kata Laila yang juga aktivis gerakan perempuan tersebut.

Dia menegaskan, Komnas-HAM telah mengeluarkan surat pengawasan atas nama Ricky Tamba, dan segera meminta penjelasan kepada kepolisian agar tidak melakukan kriminalisasi human right defender itu.

Berkaitan penetapan tersangka atas Ricky Tamba itu, memancing pula reaksi dari akademisi di Universitas Lampung (Unila).

"Tak begitu jelas apa yang menjadi sangkaan pencemaran nama baik yang ditangkap publik. Pada era demokrasi, tentu saja tuduhan Ricky Tamba sebagai tersangka menjadi sangat aneh dan tidak sepatutnya dilakukan," ujar dosen Jurusan Ilmu Pemerintahan FISIP Unila, Dr Syarief Makhya MP.

Dia menerangkan, janji kampanye pada Pemilihan Gubernur Lampung 2014 adalah kontrak politik antara gubernur dengan rakyat Lampung yang sifatnya mengikat, karena secara formal dituangkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD). Karena itu, menurutnya, wajar jika rakyat mempertanyakan realisasinya.  

"Apa yang dilakukan Ricky Tamba melakukan gugatan, subtansinya bukan penghinaan, tapi sebuah mekanisme pembelajaran demokrasi yang dibenarkan secara hukum," kata dosen yang juga mendukung gerakan reformasi 1998 itu pula.

Syarief menilai, jika masih ada pembungkaman suara rakyat atau ada yang merasa tersudutkan karena dikritik atau dikoreksi, menunjukkan kemunduran berdemokrasi. Kritik, baik konstruktif maupun destruktif subtansinya sama saja, yakni kontrol publik terhadap penguasa, katanya lagi.

Mentersangkakan orang karena pencemaran nama baik di era demokrasi, ujar doktor lulusan Unpad Bandung ini, secara psikologis berdampak buruk menekan rakyat untuk takut melakukan koreksi ke penguasa.

"Dalam status Ricky Tamba ditersangkakan, para aktivis prodemokrasi, LSM, ormas, media massa dan kelompok sipil lainnya tak boleh diam, harus berjuang bersama melakukan perlawanan ke penguasa yang tak mau dikoreksi. Saya berharap pelaporan di polisi segera dicabut dan dilakukan dialog antara Gubernur Lampung dengan rakyat yang mempertanyakan realisasi janji kampanyenya," ujar Syarief Makhya pula.