Beijing (Antara/Reuters) - Pemerintah Tiongkok menghukum 249 pejabat "malas" karena tidak mampu menyerap anggaran, menunda kegiatan dan memanfaatkan tanah untuk pembangunan, kata kantor berita Xinhua, Selasa.
Karena takut akan sikap keras pemerintah dalam menghadapi masalah korupsi, banyak pejabat dalam 18 bulan belakangan enggan menyetujui pembangunan besar, dengan maksud menghindari pengawasan badan penumpas korupsi.
Keadaan tersebut membuat kesal pemerintah pusat di Beijing dan menegur pejabat, yang dianggap malas, dan berkali-kali mengancam menghukum mereka dengan menarik kembali anggaran, yang sudah disediakan tapi tidak dipakai.
Menurut Xinhua, 249 pejabat dari 24 propinsi dan kota, dipecat atau diberi hukuman administrasi setelah dilakukan penyelidikan sejak akhir Mei hingga pertengahan Juni.
Sebagai contoh, sampai Mei 2015, sebuah proyek daur ulang makanan di utara Propinsi Shanxi bahkan belum memulai proses pembangunan, meski pemerintah sudah mengucurkan anggaran sejak 2012.
"Tujuan dari hukuman terhadap pejabat tersebut adalah untuk meningkatkan kerja dan mengatasi kemalasan dalam pemerintah, serta tidak berbuat apa-apa. Ini untuk memastikan bahwa target pembangunan ekonomi tahun ini berada dalam jalur yan benar," kata pejabat, yang tidak bersedia mengungkapkan jati dirinya.
Hingga akhir Agustus 2015, anggaran tidak terpakai dan ditarik kembali pemerintah mencapai 296 miliar yuan (46,5 miliar dolar AS) dan dana tersebut sudah dialihkan untuk proyek pembangunan darurat dan meningkatkan kehidupan masyarakat.
Tidak diketahui secara pasti apakah jumlah anggaran tesebut sama dengan anggaran sebesar 300 miliar yuan yang telah disita oleh pemerintah seperti yang diumumkan oleh kabinet minggu lalu.
Pemerintah Tiongkok sebelumnya mengumumkan bahwa dana yang tidak terpakai tersebut akan digunakan secepatnya.
Perdana Menteri Tiongkok Li Keqiang berulangkali mengecam para pejabat yang dianggap malas dalam menjalankan arahan pemerintah pusat karena takut menjadi incaran badan anti korupsi.
Ekonomi Tiongkok sepanjang 2015 berada dalam kondisi paling lambat, dan menukiknya pasar saham negara itu serta kebijakan devaluasi yuan secara mengejutkan dan mengguncang pasar global, menimbulkan keraguan atas kemampuan pemerintah untuk menangani masalah ekonomi.
Penerjemah/Redaktur : A. Ahdiat/B. Soekapdjo/Hisar Sitanggang
Berita Terkait
Dokter sebut anjuran jalan kaki dan naik tangga baik bagi kesehatan
Rabu, 27 Maret 2024 19:12 Wib
Timnas Iran dan Uzbekistan melaju ke ronde ketiga Kualifikasi Piala Dunia 2026
Rabu, 27 Maret 2024 5:36 Wib
Kata STY, kemenangan Indonesia karena kerja keras dan keberuntungan
Selasa, 26 Maret 2024 23:14 Wib
Jay dan Ragnar bawa Indonesia unggul 2-0 atas Vietnam pada babak pertama
Selasa, 26 Maret 2024 20:27 Wib
Indosat-Google berdayakan bisnis rintisan lewat inovasi dan wawasan teknologi
Selasa, 26 Maret 2024 18:07 Wib
Dompet Dhuafa Lampung dan mahasiswa hukum UT di Lampung Timur bagikan zakat fitrah
Selasa, 26 Maret 2024 14:11 Wib
Dinas PPPA Lampung edukasi warga untuk berani laporkan kasus kekerasan
Senin, 25 Maret 2024 19:04 Wib
Wetcode dan Sammora gulirkan donasi kemanusiaan ke Palestina melalui Dompet Dhuafa
Minggu, 24 Maret 2024 20:32 Wib