Hapuskan sistem INA-CBG's

id audit BPJS,pelayanan kesehatan,rumah sakit,Hapuskan sistem INA-CBG's

Hapuskan sistem INA-CBG's

Antrean peserta BPJS Kesehatan di RS Imanuel Bandarlampung (ANTARA LAMPUNG/Hisar Sitanggang)

Dampak paket INA-CBG's lebih dirasakan rumah sakit swasta dibandingkan RS pemerintah, karena mereka harus membiayai seluruh biaya operasinalnya dengan tarif pengobatan murah. Sedang bagi rumah sakit pemerintah, gaji dokter dan karyawannya; berikut in
Bandarlampung (Antara Lampung)- Asosiasi Serikat Pekerja (Aspek) Indonesia mendesak pemerintah untuk segera menghapuskan sistem INA-CBG's yang diterapkan BPJS Kesehatan selama ini, karena pengobatan murah dengan menggunakan sistem paket itu merugikan masyarakat dan rumah sakit.
    
"Negara yang seharusnya menyubsidi pelayanan kesehatan melalui APBN, bukannya dibebankan pembiayannya kepada masyarakat melalui iuran. Sehubungan itu, kenaikan iuran BPJS Kesehatan harus ditolak, karena kewajiban negara lah untuk membiayainya," kata Presiden Aspek Indonesia, Mirah Sumirat, saat dihubungi dari Bandarlampung, Selasa.
    
Ia menyebutkan Aspek Indonesia mengharapkan anggaran kesehatan yang dialokasikan dari APBN idealnya 25 persen dari APBN, sehingga pengalokasiannya dalam APBN harus ditambah setiap tahunnya.
    
Dia menambahkan, dana penerima bantuan iuran (PBI) BPJS Kesesehatan untuk saat ini setidaknya Rp30 triliun.
    
Menurut dia, dengan sistem INA-CBG's ini, masyarakat dirugikan karena tidak bisa mendapatkan pelayanan kesehatan yang lebih baik dari rumah sakit. Selain itu, prosedur yang diterapkan juga sangat rumit dan tidak semua biaya pengobatan ditanggung BPJS Kesehatan.
    
Pihak rumah sakit juga dirugikan, karena mereka dibayar sangat murah dengan paket INA-CBG's, dan jasa dokter juga dihargai sangat murah.
    
Ia menyebutkan kapitasi dokter hanya dihargai Rp6.000 per pasien.
    
Dia juga menyebutkan pembayaran klaim rumah sakit juga rumit dan membutuhkan waktu lama, sehingga semua permasalahan itu malah mengancam kelangsungan usaha rumah sakit.
    
"Negara tidak boleh absen dalam pembangunan kesehatan masyarakat. Sistem pengobatan murah yang diterapkan BPJS Kesehatan sudah saatnya dihapus, dan kami minta Menkes memperhatikan masalah ini serius," katanya.
    
Ia menyebutkan pihaknya bersama organisasi pekerja lainnya akan terus memperjuangkan penghapusan sistem INA-CBG's dan Permenkes No 59 tahun 2014 yang membuat tarif pengobatan murah.
    
Selain itu, Apeksi juga meminta agar provider RS/klinik di luar BPJS Kesehatan juga dilibatkan dalam program Jaminan Kesehatan Nasional melalui sistem koordinasi manfaat (COB).
    
"Evaluasi manfaat BPJS Kesehatan, dan negara tidak boleh absen dalam hal pembangunan kesehatan. Kenaikan iuran BPJS harus ditolak, dan ketentuan pengobatan tarif murah yang diatur Permenkes No 59 tahun 2014 harus segera dihapuskan," katanya.
   
Permenkes No 59 Tahun 2014 tentang Standar Tarif Pelayanan Kesehatan Dalam Penyelenggaraan Program Jaminan Kesehatan.
    
Sebelumnya, BPJS Kesehatan Divisi Regional XIII juga menyatakan dukungannya atas revisi tarif INA-CBG's atau "Indonesian Case Base Groups" meskipun penghitungan biaya dalam paket itu bukan hal yang mudah.
    
"Mengenai usulan pengkajian ulang tarif INA-CBG's, saya pandang sebagai sesuatu yang memang harus dilakukan. Review dan perbaikan harus terus berlangsung. Namun, melakukan 'costing' (menghitung biaya) bukan hal mudah, diperlukan waktu, tenaga, dan biaya yang tidak kecil," kata Kepala BPJS Kesehatan Divre XIII, Mira A Basuni.
    
Sehubungan itu, ia berharap adanya perbaikan setelah penerapan paket INA CBG's yang sudah hampir dua tahun.
    
Kalangan lainnya menyebutkan dampak paket INA-CBG's lebih dirasakan rumah sakit swasta dibandingkan RS pemerintah, karena mereka harus membiayai seluruh biaya operasinalnya dengan tarif pengobatan murah. Sedang bagi rumah sakit pemerintah, gaji dokter dan karyawannya; berikut investasi peralatan dan gedung, seluruhnya ditanggung oleh pemerintah.