Ketika dunia fantasi jadi kenyataan bagi anak-anak

id dunia fantasi

Sejak pukul 08.00 WIB, Dunia Fantasi (Dufan) di Taman Impian Jaya Ancol, Jakarta Utara, dipenuhi dengan ribuan anak-anak berbaju hijau putih bertuliskan "Hari Anak Nasional".

Sebagian anak-anak berlarian karena tidak sabar untuk bisa menunggang kuda di komedi putar "Turangga-Rangga" yang terletak tidak jauh dari pintu masuk.

Bagi anak-anak, Dufan menjadi tempat rekreasi yang bisa memberikan kenangan bahagia karena terdapat puluhan wahana seru yang bisa menguji adrenalin.

Namun, di sisi lain, harga tiket masuk Dufan yang terbilang tidak terjangkau, yakni Rp190 ribu pada hari biasa dan Rp230 ribu pada hari libur, menjadi alasan untuk berpikir dua kali sebelum mengunjungi tempat itu.

Khusus pada peringatan Hari Anak Nasional, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta pada hari Rabu (26/8) menjawab mimpi bagi sekitar 1.500 anak penyandang kesejahteraan sosial yang ingin mencicipi keseruan di Dufan secara gratis.

Mulai dari anak jalanan, anak telantar, anak dengan kecacatan, anak berhadapan hukum, anak yatim piatu, duafa, anak panti asuhan, dan Forum Anak Jakarta dari lima wilayah kota administrasi DKI Jakarta, diajak untuk berekreasi di Dufan sepuasnya secara cuma-cuma.

Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) mengatakan bahwa anak-anak yang kurang beruntung harus mendapat kesempatan untuk berlibur paling tidak minimal setahun sekali.

"Saya minta pada Dinsos kalau bisa anak-anak yang datang ke sini tidak gantian. Kalau gantian, mereka baru dua tahun atau tiga tahun sekali ke Dufan gratis. Anak-anak harus kita kasih kesempatan untuk berlibur paling tidak minimal setahun sekali," kata Ahok saat memberi sambutan pada peringatan Hari Anak Nasional (HAN) 2015 di Wahana "Treasure Land" Dufan, Jakarta, Rabu.

Kegiatan tahunan setiap peringatan HAN ini merupakan wujud kepedulian dari Pemprov DKI Jakarta yang bertujuan memenuhi salah satu hak dasar anak, yaitu hak berekreasi serta agar anak mendapatkan kesempatan bermain sambil belajar bersama teman sebayanya.

Segera setelah Ahok mengakhiri sambutannya, anak-anak pun langsung berpencar menuju wahana yang sudah mereka nanti-nantikan, salah satunya wahana "Ubanga-Banga" atau mobil senggol yang antreannya mulai memanjang.

"Saya ingin coba karena seru bisa tabrakan mobilnya. Namun, takut kalau sampai kesetrum," kata Muhammad Rizik, peserta dari Panti Asuhan Murni Jaya, Tanjung Priok.

Hal itu merupakan kali pertama Rizik merasakan sensasi keseruan menaiki mobil senggol di Dufan karena di panti asuhannya setiap anak harus mendapat giliran jika ada undangan rekreasi HAN dari Dinas Sosial Pemprov DKI Jakarta.

"Memang harus bergantian karena Dinsos membatasi hanya boleh sepuluh anak yang ikut, sedangkan anak-anak di panti jumlahnya ada 42 orang," kata Ketua Panti Asuhan Murni Jaya Rhikky Citra.

Begitu pula, yayasan nonpanti, Ukhuwah Sosial Lestari, juga hanya mengikutsertakan 10 anak. Anak-anak itu berumur 5--11 tahun, satu di antara mereka bernama Habdi Fauzan (8).

"Tadi ingin naik 'boom-boom car', tetapi enggak bisa, jadinya naik bianglala dan Istana Boneka," kata Fauzan yang menyandang disabilitas tersebut.

Fauzan terhalang untuk bisa menaiki mobil senggol karena kendala tinggi badannya sekitar 90 cm, sedangkan setiap wahana di Dufan mengharuskan pengunjung memiliki tinggi badan minimal 100 cm.

Kendati demikian, Fauzan setidaknya memiliki pengalaman menggembirakan yang bisa dirinya ceritakan kepada teman-teman sebayanya.

Antusiasme anak-anak terlihat ketika mereka mulai tidak sabar mengantre sepanjang 500 meter untuk memasuki wahana 4 Dimensi Ice Age, bahkan di antara mereka pun sampai menyelak pengunjung lainnya mengingat hari itu Dufan ramai pengunjung karena potongan harga 50 persen untuk pengunjung wanita.

"Ya, memang agak kesal. Namanya juga anak-anak kepingin main, ya, sudah saya biarkan mereka duluan, soalnya hanya lima orang ini," kata Fany, pengunjung Dufan dari Depok.

Peringatan HAN yang setiap tahunnya dirayakan di Dufan oleh Dinsos ini merupakan bentuk pemenuhan salah satu hak dasar anak, yaitu hak berekreasi sebagai tahap perkembangan mereka.

Hak Dasar Anak Dalam Hari Anak Nasional 2015, Dinas Sosial Pemprov DKI Jakarta menginginkan agar anak sebagai tunas bangsa memiliki kepribadian dan karakter yang baik melalui konsep diri yang positif dari lingkungan dan keluarga anak tersebut dibesarkan.

Lingkungan positif tersebut dibentuk dari proses perkembangan diri mereka sejak kecil, salah satunya kebutuhan mereka untuk bermain bisa terpenuhi.

"Proses perkembangan anak mengalami tahap yang berbeda-beda antara satu anak dan lainnya, salah satunya porsi bermain mereka. Memang salah satu kebutuhan anak adalah bermain," kata Kepala Seksi Pelayanan Sosial Anak Dinas Sosial DKI Jakarta Iwan.

Sebelumnya, Ahok pun memandang perlu meningkatkan intensitas kunjungan rekreasi bagi anak-anak yang kurang beruntung, bahkan setiap anak seharusnya bisa berekreasi dan belajar dua kali dalam setahun.

"Panti binaan kami sudah memberlakukan rekreasi setahun dua kali. Namun, kalau yayasan panti swasta di luar Dinas Sosial, mungkin kebijakannya berbeda, ada yang harus bergilir untuk rekreasi," kata Kepala Dinas Sosial DKI Jakarta Masrokhan.

Masrokhan mengatakan bahwa pihaknya akan memberikan potongan harga untuk masuk tempat rekreasi, seperti Monumen Nasional dan Taman Margasatwa Ragunan, bagi anak-anak di yayasan binaan Dinsos maupun swasta.

Selain pemenuhan hak rekreasi bagi anak, Ahok juga meminta seluruh jajaran pegawai, mulai dari Dinas Sosial, wali kota, camat, hingga lurah untuk bisa menjadi pemerhati anak, bahkan bersikap selayaknya orang tua atau keluarga bagi anak yang kurang beruntung.

"Saya bilang sama Pak Masrokhan (Kepala Dinas Sosial DKI) untuk berani memecat orang-orang yang tidak punya hati, dipindahkan saja dari Dinas Sosial. Kami butuh pegawai Dinas Sosial yang punya hati seperti orang tua atau kakak anak-anak ini," kata Mantan Bupati Belitung Timur tersebut.

Oleh karena itu, Dinas Sosial mengimbau setiap pegawai di tingkat kelurahan untuk bisa menginformasikan jika ada anak penyandang kesejahteraan sosial, seperti anak penyandang ke Suku Dinas Sosial di wilayah setempat "Orang tua nantinya akan diberikan asistensi dan bantuan menghadapi anak autis atau penyandang disabilitas sehingga nanti Sudin Sosial akan memberi informasi atau bantuan sosial, seperti kaki palsu," kata Masrokhan.

Masalah kesejahteraan anak diharapkan bukan hanya menjadi tanggung jawab pegawai instansi pemerintah saja, melainkan juga masyarakat luas dari berbagai kelas sosial, latar pekerjaan, dan usia. Mereka secara sadar memiliki tanggung jawab sebagai pemerhati anak.