Petambak Dipasena berjuang hingga ke MA

id petambak dipasena, brjuang hingga ke ma

Jakarta (ANTARA Lampung) - Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara) terus mendampingi upaya petambak udang Dipasena yang berjuang hingga banding ke tingkat Mahkamah Agung untuk mendapatkan haknya setelah pemutusan kerja sama secara sepihak oleh PT AWS.

Kiara berharap kepada Mahkamah Agung Republik Indonesia dan pihak-pihak lain yang berwenang untuk mengawasi proses pemeriksaan perkara Tajuwit dkk," kata Sekretaris Jenderal Kiara Abdul Halim dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Senin.

Menurut Abdul Halim, kasus Tajuwit dkk mencakup 200 pertambak tergugat yang akan menentukan nasib lebih dari 7.512 warga negara petambak udang lainnya yang hak-haknya untuk berusaha dan berbudidaya terampas oleh perjanjian kemitraan inti-plasma PT AWS.

Sekjen Kiara berpendapat, sejak PT AWS memadamkan listrik di areal petambakan Dipasena pada Mei 2011, secara de facto petambak mulai menata pertambakan di kawasan tersebut.

Hal itu, ujar dia, dilakukan dengan melakukan budi daya secara mandiri dan berkomitmen menjalankan model ekonomi kerakyatan di wilayah pertambakan udang terbesar di dunia tersebut.

Sebelumnya, Perhimpunan Petambak Pengusaha Udang Wilayah (P3UW) Lampung menagih janji Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti tentang tekad perbaikan kesejahteraan petambak di Dipasena, Lampung.

Siaran pers bersama P3UW Lampung yang diterima di Jakarta, Senin (15/6), menyatakan, tiga bulan pasca kunjungan kerja Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti ke areal pertambakan eks Dipasena di Kabupaten Tulang Bawang, Provinsi Lampung, ternyata belum juga menunjukkan tanda-tanda perubahan bagi kehidupan ribuan keluarga petambak.

Selain mempertanyakan kesanggupan KKP terkait penyelesaian konflik dan bantuan teknis budi daya seperti yang pernah dijanjikan, puluhan wakil petambak yang terdiri dari kepala kampung dan tokoh masyarakat di Bumi Dipasena ini pun mendorong kementerian untuk berupaya lebih keras dalam menanggulangi penyakit WFD dan menstabilkan harga udang.

Apriyanto, seorang petambak yang juga kepala kampung menyampaikan bahwa pemerintah seharusnya dapat membuat aturan terhadap perusahaan-perusahaan agar tidak diperbolehkan menjual udangnya di pasaran lokal sehingga harga dan pasokan di pasaran lokal dapat lebih stabil.

Apriyanto pun menambahkan bahwa pemerintah seharusnya melakukan upaya-upaya nyata agar para petambak skala kecil dapat memasarkan udang ke luar negeri secara langsung agar tidak ada penumpukan stok di pasaran lokal dan harga udang dapat lebih stabil.

"Mengingat udang adalah komoditas ekspor unggulan di sektor perikanan yang jumlah produksinya melebihi konsumsi domestik, maka sudah sepatutnya usaha budi daya udang mendapat perhatian serius dari pemerintah," katanya.

Pemerintah melalui Direktorat Jenderal Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) bakal mengerahkan berbagai upaya guna memberdayakan tambak udang di Dipasena, Lampung, sebagai bagian untuk membangkitkan kembali kejayaan udang di Tanah Air.

"Permasalahan di Dipasena adalah antara pihak (perusahaan) inti dan (petambak) plasma yang belum selesai. Kami waktu itu akan memfasilitasi dan mencari titik temu," kata Direktur Jenderal Budi daya KKP Slamet Soebjakto sebelum rapat kerja dengan Komisi IV DPR RI di Jakarta, Senin (15/6).

Menurut Slamet, fasilitasi itu tidak termasuk dengan masalah hukum antara kedua belah pihak yang berseteru karena KKP untuk persoalan yudisial memang tidak bisa banyak mengintervensi.

Sedangkan terkait aliran listrik yang selama ini diminta petambak, ujar dia, KKP juga sudah mengusulkan hal tersebut ke Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) sejak tanggal 28 Mei 2015.