Inpres Antikriminalisasi Pejabat Infrastruktur Disiapkan

id Pembangunan Infrastruktur Indonesia

Jakarta (ANTARA Lampung) - Pemerintah sedang menyusun substansi Instruksi Presiden yang menekankan perlindungan kepada pejabat negara bidang infrastruktur dari tindakan-tindakan kriminalisasi.

Deputi Sarana dan Prasarana Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional Dedy S. Priatna di Jakarta, Jumat (29/5), mengatakan Inpres tersebut dibuat agar pejabat infrastruktur merasa aman untuk mengambil kebijakan yang mendukung percepatan pembangunan infrastruktur, asalkan tetap tidak melanggar hukum.

Dia mencontohkan pemerintah khawatir jika pejabat takut mengambil kebijakan, seperti penunjukan langsung perusahaan pelaksana proyek. Para pejabat tersebut khawatir, kebijakan penunjukan langsung dan kebijakan percepatan lainnya dipermasalahkan aparat penegak hukum.

"Yang penting (pejabat) itu jangan nyolong, jika dia korupsi mah tangkap saja," ujar dia.

Ketentuan penunjukan langsung sebenarnya sudah diatur dalam regulasi yang baru diterbitkan Maret lalu, yakni peraturan Presiden (Perpres) No. 38 Tahun 2015 tentang Kerja Sama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU) dalam Penyediaan Infrastruktur.

Penunjukan langsung itu diatur dengan beberapa syarat, seperti misalnya, syarat kepemilikan lahan proyek oleh badan usaha.

"Kalau kebijakan percepatan, misalnya, penunjukan langsung, atau lainnya, tender, jangan dipermasalahkan lagi, jangan diutak-utik lagi. Para menteri itu payung hukum," ujarnya.

Dedy mengatakan Menteri Koordinator Perekonomian Sofyan Djalil untuk berkonsolidasi dengan Polri, Kejaksaan Agung, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan, dan Sekretariat Negara untuk menyusun subtansi dari Inpres itu.

Dia menambahkan pemerintah juga sedang menyusun ketentuan agar Kementerian atau BUMN bidang infrastruktur dapat mengambil keputusan tentang suatu proyek, tanpa menunggu Peraturan Presiden.

"Usulannya tidak perlu pake Perpres, misalkan, pake Inpres, soalnya Perpres itu kan lama prosesnya, bisa tiga bulan," kata dia lagi.

Pemerintah, ujar dia, tidak menginginkan kejadian berulang dari terhambatnya proyek infrastruktur seperti jalur kereta "loopline/circle line" yang melingkari Kota Jakarta mulai dari stasiun Jatinegara, Pasar Senen, Kampung Bandan, Tanah Abang, Manggarai hingga kembali ke stasiun Jatinegara.