Gaya Hidup Anak Muda Singapura Dongkrak Pariwisata Indonesia

id Pariwisata Palembang

Palembang (ANTARA Lampung) - Kalangan muda di Singapura saat ini memiliki gaya hidup yang berbeda dalam mengelola keuangan jika dibandingkan para senior mereka pada era tahun 80-an hingga 90-an.

Warga Singapura yang berusia 18--21 tahun yang baru menyelesaikan pendidikan sekolah menengah atas, dan mulai bekerja dengan pendapatan minimal 2.500 dolar AS per bulan, saat ini memiliki gaya hidup senang berpergian ke luar negeri untuk berlibur.

Manajer Promosi Pariwisata Indonesia di Singapura Kementerian Pariwisata Sulaiman Shehdek di Palembang, Kamis (28/5) mengatakan, keadaan ini tidak berbeda jauh untuk kelompok usia di atas 21-64 tahun yang terdata berjumlah 2,5 juta orang.

Kelompok usia yang mendominasi dari total warga Singapura yang berjumlah 5,4 juta jiwa ini, juga senang berjalan-jalan ke luar negeri, meski tidak lupa menyisihkan pendapatan untuk menabung dan investasi.

"Warga Singapura bekerja dari hari Senin hingga Jumat, ketika libur mereka pasti ingin ke luar untuk melepaskan penat. Mereka tidak mau bertahan di Singapura karena merasa kotanya sempit dan terlalu padat. Uniknya ini sudah dilakukan para anak mudanya, atau tidak menunggu mesti berusia matang baru berjalan-jalan keliling dunia," ujar Sulaiman, seusai lokakarya bertajuk "Pengembangan Pariwisata Kota Palembang menuju Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015".

Menurut dia, gaya hidup seperti ini sudah menjadi tren dalam sepuluh tahun terakhir, bahkan pada keluarga Singapura sudah membudayakan pemberian hadiah berlibur bagi anak-anak yang menamatkan studi.

Perubahan gaya hidup di Singapura ini ternyata berimbas postif bagi negara tetangganya, seperti Malaysia, Indonesia, Thailand, Filipina, dan Vietnam untuk sektor pariwisata.

Pada 2014, Indonesia menjadi negara tujuan kedua warga Singapura untuk berpergian dengan jumlah 1,5 juta orang, sementara Malaysia menjadi yang pertama dengan 13,9 juta orang, kemudian Thailand dengan 864 ribu orang.

Berdasarkan data ini, menurut Shehdek, sudah sepatutnya kota-kota di Indonesia menjadikan Singapura sebagai pasar pariwisata, apalagi dalam tiga tahun terakhir mencatat pertumbuhan hingga 15,34 persen.

"Jadi sangat sayang sekali jika kota-kota terdekat seperti yang ada di Sumatera tidak melirik peluang ini, karena sejauh ini yang banyak meraup keuntungan adalah Malaysia yang sangat gencar dalam promosi," katanya pula.

Menurut dia, Indonesia yang memiliki beragam potensi wisata, dari sisi bentang alam hingga budaya serta dekat secara geografis seharusnya menjadi negara kunjungan utama warga Singapura.

Namun, kenyataannya berbeda, hingga kini kunjungan tertinggi warga Singapura hanya terkonsentrasi di tiga kota, yakni Jakarta, Bali, dan Batam. Sementara, Kota Bandung, Yogyakarta, dan Surabaya menjadi kota kedua, sedangkan Palembang, Medan, Aceh, menjadi kota ketiga karena diuntungkan oleh letak geografis yang dekat.

Khusus untuk kota ketiga, kunjungan wisatawan Singapura masih terbilang rendah dengan jumlah kurang dari seribu orang per tahun.

Shehdek pun menyayangkan kondisi ini, karena potensi untuk meningkatkan pendapatan asli daerah dari kunjungan wisatawan Singapura ini sangat besar, mengingat gaya hidup berpergian pada setiap akhir pekan ini dipastikan menyasar kota dan negara terdekat.

Selain itu, mereka juga dikenal royal dalam berbelanja seperti khasnya wisatawan asal Asia.

"Warga Singapura tidak akan berpergian jauh di saat akhir pekan, artinya pasti menuju tempat-tempat terdekat. Mengapa mereka demikian, karena waktu hanya sekitar dua hari, berbeda ketika libur tahunan yang berkisar 14 hari, karena umumnya mereka akan pergi berlibur ke Eropa," kata dia.

Artinya, jadwal penerbangan menjadi persyaratan utama untuk menggaet wisatawan Singapura ini.

Menurut Shehdek, persoalan ini sudah tidak menjadi masalah karena setiap dua jam sekali ada penerbangan dari Jakarta ke Singapura, bahkan untuk kota-kota tertentu seperti Palembang, Batam, dan Medan, telah memiliki rute penerbangan langsung setiap hari.

Meski tidak dihadapkan persoalan transfortasi lagi, tapi bagi kota yang tertarik menggarap wisatawan Singapura ini tetap harus menyiapkan strategi khusus, mengingat harus bersaing dengan Malaysia dan Thailand.

Strategi ini tentunya harus disesuaikan dengan gaya hidup warga Singapura yang menyukai kepraktisan, ketepatan waktu, dan penggunan teknologi.

"Intinya harus fokus pada pemberian rasa aman karena tingkat kriminal di Singapura sangat rendah, infrastruktur yang sesuai standar karena di Singapura terdapat internet di mana-mana, dan paket wisata (jangan satu pengalaman wisata)," paparnya.

Kemudian, jika ingin fokus membidik kalangan muda Singapura maka harus disediakan paket wisata bentang alam, seperti arung jeram, wisata air, dan lainnya.

Saat ini, wisatawan berkunjung ke Indonesia sekitar 35 persen tertarik terhadap faktor alam, seperti ekologi dan kelautan. Sekitar 60 persen tertarik kuliner, religi, dan sejarah, sementara peminat wisata buatan seperti pertunjukan dan beragam pameran hanya 5 persen.

                                                    "Venice of Indonesia"
Ia menilai Kota Palembang sangat berpotensi mendapatkan kue dari kunjungan wisatawan Singapura ini, karena memiliki kekuatan pariwisata dengan keberadaan Sungai Musi yang berada di tengah kota.

"Secepatnya munculkan istilah 'Venice of Indonesia' bagi Kota Palembang, jika ingin mengaet wisatawan di Asia karena saya melihat di sinilah kekuatannya. Tinggal lagi bagaimana pemkot menggalang semua pihak untuk mempromosikan dan memasarkannya," ujarnya dia pula.

Untuk mempromosikannya, ia menyarankan pemkot dapat menggaet asosisasi biro perjalanan dan hotel, hingga membentuk badan khusus untuk promosi daerah seperti Bali dan Yogyakarta.

"Promosi ini adalah bagian paling penting dan tidak bisa disepelekan dalam pariwisata. Bagaimana orang mau datang jika tidak tahu?. Jadi harus benar-benar digarap, baru kemudian berbicara produknya seperti hotel dan wisata belanja," kata dia.

Terpenting, menurutnya, pemerintah kota ini harus menggunakan promosi berbiaya murah melalui media sosial karena lebih efektif jika ingin menggaet wisatawan Singapura.

"Di Singapura, gaya hidup dalam berpergian ke kantor yakni naik kereta dan bus. Di masa kurang lebih satu jam itu, biasanya mereka akan membuka internet," kata dia.

Jika beragam tahapan ini dilakukan dengan optimal, ia pun optimistis bahwa Kota Palembang bakal menjadi kota tujuan utama warga Singapura pada masa mendatang, karena memiliki kedekatan secara historis dan budaya.

"Sebanyak 74 persen warga Singapura merupakan keturunan Tiongkok dan di sini ada kedekatan khusus dengan budaya Tiongkok, selain itu ada yang lebih menyatukan lagi yakni bahasa melayu karena di Singapura juga dipakai," katanya menambahkan.

Kota Palembang memiliki sejumlah potensi wisata, yakni wisata religi, wisata kuliner, wisata belanja, wisata sejarah/heritage.

Wisata religi di Palembang, yaitu Pulau Kemaro selalu dipadati ribuan warga keturunan Tionghoa untuk merayakan imlek karena terdapat Klenteng Hok Tjing Rio dan berkembangnya legenda cari jodoh.

Keinginan menggarap wisatawan asal Singapura dan Asia pada umumnya ini juga diungkapkan Asosiasi Biro Perjalanan Wisata Provinsi Sumatera Selatan.

Pengurus Asita Sumatera Selatan Bidang Promosi Ari Afrizal mengatakan, sebelum fokus membidik negara-negara di Asia ini sebaiknya pemkot mempercantik lokasi wisata dan meningkatkan sarana dan prasarananya.

Menurut dia, sebagian besar lokasi pariwisata di Palembang belum dikemas secara maksimal dari sisi infrastruktur sehingga kurang menimbulkan kesan mendalam bagi para wisatawan.

"Tempat-tempat wisata di Palembang ini sebenarnya sudah tidak kalah dengan daerah lain di Indonesia, tapi masalahnya kurang begitu dikemas sehingga terlihat biasa saja. Seperti Bukit Siguntang, sebenarnya secara historis begitu luar biasa tapi secara tampilan biasa saja, malah cenderung tidak terawat," ujar Ari.

Ia melanjutkan, demikian juga dengan paket wisata air dengan menggunakan kapal dari Benteng Kuto Besak ke Pulau Kemaro yang belum ditunjang sarana yang memadai seperti kapal berukuran lebar.

"Jika mau ditonjolkan wisata air ini sebaiknya menggunakan kapal yang agak besar dan bagus, jangan terlihat seperti sudah usang seperti saat ini. Sebagai biro perjalanan yang mengurus wisatawan, saya sering mendengar keluhan mereka yang khawatir kapalnya bakal tenggelam," kata dia lagi.

Ia melanjutkan, demikian juga dengan lokasi pariwisata di Pulau Kemaro yang belum mengoptimalkan keberadaan belasan bungalow.

"Seharusnya bungalow ini dimanfaatkan secara maksimal dengan turut disediakan fasilitas lain seperti ada alat permainan jet ski, dan lainnya," kata dia.

Kelayakan sarana dan prasarana pariwisata ini patut menjadi perhatian pemkot karena menjadi alat promosi kepada wisatawan.

"Mereka yang datang ke Palembang diharapkan bercerita ke kerabatnya dan mau datang lagi ke sini. Tapi, jika meninggalkan kesan yang tidak baik maka tidak mungkin mau datang lagi," ujarnya.

Asita mengharapkan pemerintah kota memperhatikan sektor pariwisata ini, mengingat terus menurun sejak awal tahun.

"Tahun lalu, ada tiga hingga empat grup asal Malaysia yang ke Palembang pada tiap bulan, tapi kini hanya satu hingga dua grup saja dalam tiga bulan," katanya lagi.

Jumlah kunjungan wisatawan ke Sumsel sekitar 3 juta jiwa per tahun, sedangkan tahun ini Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Sumsel menargetkan meningkat pesat hingga menebus 5 juta orang hingga akhir 2015.

Pemkot Palembang fokus menggejot sektor pariwisata pada tahun ini dengan menjalin kerja sama dengan BUMN pengembang pariwisata PT ITDC untuk membangun sebuah hotel berbintang lima dengan 20 lantai segera berdiri di dekat Sungai Musi.

PT Indonesia Tourism Development Corporation (ITDC) telah menunjukan keseriusan membangun hotel di tepi Sungai Musi dengan memaparkan desain awal pembangunan hotel berbintang lima yang membutuhkan dana Rp200 miliar.

Kini, saatnya bagi Sumatera Selatan meraih berkah dari sektor pariwisata setelah cukup dikenal di mancanegara karena perannya menjadi tuan rumah berbagai ajang olahraga internasional.