Inilah Alasan Novel Baswedan Ajukan Praperadilan Polri

id Praperadilan Novel Baswedan

Jakarta (ANTARA Lampung) - Kenapa penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Noves Baswedan mengajukan gugatan praperadilan Kepolisian RI yang adalah institusi tempatnya bertugas sebelumnya?

Terkait dengan permohonan praperadilan yang diajukannya, pria yang lulus dari Akademi Kepolisian pada 1998 itu menjelaskan bahwa keputusan tersebut didasarkan pada pertimbangan bahwa penangkapan dan penahanan merupakan kewenangan penyidik, tetapi harus sesuai ketentuan dalam hukum acara pidana dan prosedur internal penyidik sendiri, kata Novel dalam sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jumat (29/5).       

Sedangkan dalam pelaksanaannya, penyidik melakukan kewenangannya tersebut secara melanggar ketentuan hukum acara pidana maupun prosedur internal penyidik sendiri.

"Akibat yang tidak terhindarkan adalah kerugian pada diri saya baik secara materiil maupun immaterial," ujar Novel menjelaskan.

Selain itu, di atas kepentingan peribadi, fokus perhatian Novel adalah tentang kewibawaan lembaga penegak hukum, dalam hal ini kepolisian.

"Saya ingin menjadikan peristiwa penangkapan dan penahanan diri saya menjadi momentum untuk mengoreksi kinerja kepolisian sehingga menjadi pintu masuk untuk meningkatkan kredibilitas kepolisian itu sendiri," kata pria yang sudah bekerja di KPK sejak 2007 itu.

Novel menilai adanya kesalahan prosedur dalam penangkapan dan penahanan yang dilakukan penyidik Bareskrim, maka Novel Baswedan meminta hakim praperadilan memutuskan tidak sah penangkapan berdasarkan surat perintah penangkapan tertanggal 24 April 2015 dan penahanan berdasarkan surat perintah penahanan tertanggal 1 Mei 2015.

Selain itu, melalui upaya praperadilan yang ditempuhnya, Novel juga menuntut pihak Bareskrim Polri melakukan audit kinerja penyidik dalam penanganan kasusnya.

Novel juga meminta hakim praperadilan memerintahkan pihak Bareskrim Polri meminta maaf kepada dirinya dan keluarga melalui pemasangan baliho yang menghadap ke jalan di depan kantor Mabes Polri, Jalan Trunojoyo, Jakarta Selatan, selama tiga hari berturut-turut.

Dalam sidang yang dipimpin oleh hakim tunggal Suhairi itu, Novel Baswedan hadir didampingi tim kuasa hukumnya yaitu Bahrain, Asfinawati, Muji Kartika Rahayu, Julius Ibrani, dan Febi Yonesta.

Proses hukum terhadap Novel dimulai sejak Jumat (1/5) pagi yaitu sekitar pukul 00.30 WIB Novel dijemput paksa oleh penyidik Bareskrim Polri untuk dibawa ke Bareskrim.

Dalam perkara ini, Novel diduga keras melakukan tindak pidana penganiayaan yang mengakibatkan luka berat dan atau seseorang pejabat yang dalam suatu perkara pidana menggunakan sarana paksaan, baik untuk memeras pengakuan maupun untuk mendapat keterangan sebagaimana dimaksud dalam pasal 351 ayat 2 KUHP dan atau pasal 422 KUHP juncto pasal 52 KUHP yang terjadi di Pantai Panjang Ujung Kota Bengkulu tanggal 18 Februari 2004 atas nama pelapor Yogi Hariyanto.

Novel Baswedan dituduh pernah melakukan penembakan yang menyebabkan tewasnya Mulyadi Jawani alias Aan pada 2004.

Pada Februari 2004, Polres Bengkulu menangkap enam pencuri sarang walet, setelah dibawa ke kantor polisi dan diinterogasi di pantai, keenamnya ditembak sehingga satu orang yakni Mulyadi Jawani, tewas.

Novel yang saat itu berpangkat Inspektur Satu (Iptu) dan menjabat Kasat Reskrim Polres Bengkulu dianggap melakukan langsung penembakan tersebut.