Kronologis Masalah Menimpa SD Morodewe Kabupaten Mesuji Lampung

id Nasib Pendidikan di Moro-moro

Mesuji, Lampung (ANTARA Lampung) - Sekolah dasar (SD) di Dusun Morodewe Kabupaten Mesuji Provinsi Lampung, dibangun dan didirikan atas inisiatif warga masyarakat di Morodewe yang peduli pada pendidikan anak-anaknya. Pembangunan secara mandiri SD itu dimulai sejak tahun 2000.

Sejak berjalan proses pendidikan pada tahun 2004 hingga sekarang, SD ini telah 11 kali berhasil meluluskan anak didiknya dengan jumlah 220 siswa lulusan.

Untuk mendapatkan legalisasi pengakuan dari pemerintah, SD Morodewe secara administratif sejak tahun 2000 menginduk ke SDN 04 Indraloka II Kecamatan Way Kenanga Kabupaten Tulangbawang yang jaraknya sekitar 12 km dari Dusun Morodewe.

Proses pendidikan di SD Morodewe telah berlangsung selama 14 tahun, dan bertahan dari banyak tantangan dan hambatan.

Konflik agraria yang mengemuka di tahun 2006 hingga tahun 2011, justru memperkuat upaya-upaya pendidikan di Moro-moro.

Dengan adanya tiga SD di wilayah Moro-moro, salah satunya SD Morodewe, telah banyak membantu anak-anak petani untuk mendapatkan pendidikan yang layak dari negara. Anak-anak yang tadinya membantu orang tuanya di ladang atau membantu orang tuanya sebagai buruh sadap di PT Silva Inhutani berubah mempunyai orientasi untuk sekolah dan bercita-cita untuk memperbaiki kehidupan keluarganya.

Situasi pendidikan di SD Morodewe berubah setelah terjadi perubahan dalam struktur administrasi pemerintahan pada tahun 2008, yaitu pemekaran/pemecahan Daerah Otonomi Baru (DOB) Kabupaten Tulangbawang Barat dan Kabupaten Mesuji dari kabupaten induk Tulangbawang.

Dampak perubahan administratif ini tentu saja berimbas pada persoalan pendidikan di Morodewe yang selama ini menginduk di Desa Indraloka yang secara administratif masuk Kabupaten Tulangbawang Barat, sedangkan SD yang ada di Morodewe adalah kelas jauh (filial) yang secara administratif berada di wilayah Kabupaten Mesuji. Karena secara administratif berbeda wilayahnya, maka Kabupaten Tulangbawang Barat tidak bisa lagi menerima kelas jauh yang selama ini berlangsung di Morodewe.  

Pemutusan pelayanan pendidikan dari Kabupaten Tulangbawang Barat sebenarnya sejak tahun 2013 sudah disosialisasikan oleh pihak sekolah induk, tetapi pelaksanaannya baru secara penuh dilakukan pada bulan September 2014 yang lalu. Pihak sekolah dan Pemkab Tulangbawang Barat menyarankan pihak sekolah untuk mengajukan permohonan indukan baru di Kabupaten Mesuji.

Pada bulan November 2014, Persatuan Petani Moro-moro Way Serdang (PPMWS) dan pihak sekolah menindaklanjuti upaya pengindukkan dengan melakukan hearing dengan Bupati Mesuji dan Dinas Pendidikan setempat, dalam pertemuan tersebut para dewan guru dan wali murid menyampaikan dua keinginan, yang pertama agar siswa SD Morodewe tetap melakukan kegiatan belajar dan mengajar di Desa Morodewe; dan kedua, pemindahan guru yang mengajar di SD tersebut agar diterima oleh dinas sebagai tenaga honorer Kabupaten Mesuji.

Hasil dari pertemuan tersebut bahwa PPMWS dan pihak sekolah diminta menyerahkan data-data siswa dan guru yang ada, serta pihak Dinas Pendidikan berjanji akan melakukan survei langsung ke lokasi untuk melihat secara nyata jumlah siswa, fasilitas, dan kegiatan belajar mengajar.

Setelah satu bulan dari pertemuan tersebut pihak Dinas Pendidikan akhirnya melakukan survei ke lokasi langsung untuk melihat dan mengecek kegiatan belajar mengajar di SD Morodewe.

Setelah dua minggu dari hasil survei tersebut barulah ada jawaban dari Dinas Pendidikan bahwa SD Morodewe dipersilakan untuk mengurus pengindukan di SDN  2 Buko Poso Kecamatan Way Serdang Kabupaten Mesuji yang berjarak sekitar 15 km dari SD Morodewe, maka pihak sekolah langsung mengurus segala administrasi pengindukan yang baru ke SD 2 Buko Poso.

Ketika menghadap Koordinator Pengawas (Korwas) dan kepala sekolah SD 2, para guru terkejut dengan isi perjanjian pengindukan yang diterbitkan oleh Dinas Pendidikan Mesuji lewat korwas dan kepala sekolah bahwa isi surat menyebutkan SD Morodewe diterima menginduk dengan catatan bahwa kegiatan belajar mengajar harus dilakukan di sekolah induk, dengan alasan pelayanan pendidikan kelas jauh sudah tidak diperbolehkan lagi oleh pemerintah.

Para dewan guru, khususnya wali murid tentu saja tidak bisa menerima dan menandatangani surat perjanjian tersebut, hasil yang sama juga didapat ketika para dewan guru mengkonfirmasi langsung ke Dinas Pendidikan Kabupaten Mesuji bahwa kelas jauh tidak diperbolehkan lagi, bahkan muncul pernyataam bahwa proses pengindukan di 2 SD lainnya yang ada di Moroseneng dan Sukamakmur ke depannya akan ditertibkan juga. Pihak korwas, sekolah dan Dinas Pendidikan tidak berani untuk menerima dengan kelas jauh (filial) tanpa adanya surat keputusan dari Bupati langsung.

Merujuk hasil tersebut, maka tanggal 26 Maret 2015, PPMWS dan sekolah kembali pada jalur semula untuk melakukan hearing kembali dengan Bupati Mesuji untuk mempertanyakan kebijakan tersebut. Hasil dari pertemuan tersebut bahwa Bupati Mesuji bersikukuh tidak mau mengeluarkan izin pengindukan dengan kelas jauh (filial) dengan dasar hukum UU No. 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberatasan Perusakan Hutan dan UU No. 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan. Bupati menyatakan akan menerima pengindukan dan memberikan pelayanan kelas jauh jika ada surat keputusan dari Menteri Kehutanan terkait izin pelayanan pendidikan di kawasan hutan.
  
PPMWS dan para guru bersikeras bahwa pendidikan harus dilaksanakan di Morodewe, karena memang letak sekolah induk sangat jauh. Tidak bisa dibayangkan murid-murid harus menempuh jarak 15 km dari rumahnya melewati Jalan Lintas Sumatera yang padat dan berisiko tinggi karena rawan kecelakaan.

Bukan hanya itu, wali murid pun kewalahan jika harus mengantar setiap hari ke SD induk karena mereka juga harus berangkat bekerja. Maka jelas, ini sama dengan penggusuran secara halus yang dilakukan oleh pemerintah kepada pendidikan yang ada di SD Morodewe, Pemerintah Kabupaten Mesuji telah merampas hak pendidikan anak yang ada di SD Morodewe.  

Selain itu, kebijakan Bupati Mesuji tersebut tidak menghargai jerih payah masyarakat yang secara mandiri membangun Sekolah Dasar Morodewe sejak Kabupaten Tulangbawang belum terpecah menjadi tiga kabupaten, tanpa bantuan dan campur tangan pemerintah masyarakat bisa mendirikan sebuah sekolah, dengan bangunan pertama menggunakan geribik dan pendidikan yang jauh dari kelayakan.

Hingga saat ini SD Morodewe telah memiliki tiga lokal bangunan permanen, ruangan kantor para dewan guru, WC dan lapangan olahraga sepak bola dan bola voli. SD memiliki enam kelas siswa dari kelas 1 hingga kelas 6 berjumlah 111 siswa.

Selain SD Morodewe, ada dua SD lainnya yang masih menginduk dengan sistem pendidikan kelas jauh (filial), yaitu SD Moroseneng yang memiliki murid 160 orang dan SD Sukamakmur yang memiliki murid 140 orang. Saat ini 111 siswa terkatung-katung nasib pendidikannya, mereka semestinya tengah bersiap-siap menghadapi ujian prasemester dan ujian sekolah di bulan April. Tidak bisa kita bayangkan jika kebijakan bupati diteruskan untuk menertibkan pendidikan kelas jauh (filial) di dua SD yang lain, yaitu SD Moroseneng dan SD Sukamakmur, akan lebih banyak anak-anak peserta didik yang suram masa depan pendidikannya. Setidaknya ada 411 siswa yang tidak mendapatkan layanan pendidikan.

Seharusnya anak-anak yang ada di sana bukan lagi disibukkan dengan ketakutan akan putus sekolah, karena penertiban yang dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Mesuji. Mereka harusnya lebih memikirkan tentang peningkatan belajar mereka yang akan menghadapi UN, tetapi mereka sekarang lebih memikirkan apakah mereka bisa bersekolah di desa yang ia cintai ataukah harus kandas karena kebijakan pemerintah yang akan menertibkan sekolah mereka.

Hilangnya akses pendidikan bagi anak-anak Moro-moro adalah upaya penggusuran yang nyata, bagi harapan dan cita-cita masyarakat Moro-moro untuk menggarap dan mendapatkan hasil atas tanahnya. Jika sampai pemerintah melakukan penertiban sekolah yang ada di kawasan Moro-moro Register 45 Mesuji Lampung, bisa dipastikan tiga SD yang ada tidak akan beroperasi dan berdampak pada banyaknya anak-anak yang akan putus sekolah, karena jarak untuk menempuh sekolah semakin jauh dan ekonomi masyarakat yang lemah, maka harapan masyarakat untuk menyekolahkan anaknya dengan mudah kini pupus karena kebijakan yang diambil Pemerintah Kabupaten Mesuji sewenang-wenang, tidak lagi memikirkan anak-anak yang ada di sana untuk mendapatkan hak pendidikannya.

Kami mengajak semua pihak, untuk memberikan dukungan anda bagi pendidikan di Moro-moro, dengan mengirimkan SMS ke nomor: 082184021237 (Kabid Dikdas), 081369020807 (Kepala Dinas Pendidkan) dan 0811725803 (Bupati Mesuji). Sebutkan diri dan lembaga sebagai dukungan kita bersama menyelamatkan pendidikan anak bangsa.
Ayo peduli...!!!
#SaveMoroMoro