Catatan Airasia: Dari Musibah Berubah Jadi Keluarga

id Musibah Airasia

Surabaya (ANTARA Lampung) - Selasa (3/3) siang itu, suasana Gedung Mahameru Polda Jatim menjadi haru, karena peluk dan tetesan air mata dari keluarga korban Pesawat AirAsia QZ 8501 yang memenuhi ruangan tersebut.

Peluk dan tetesan air mata itu pula menandai penghentian operasi pokok pencarian korban pesawat, setelah Kepala Badan "SAR" Nasional Marsekal Madya FH Bambang Soelistyo berucap secara resmi menghentikan operasi pencarian korban.

Sebagian keluarga korban lainnya hanya bisa menatap foto saudaranya yang belum ditemukan selama dua bulan lebih pencarian, hal itu menambah suasana kesedihan di ruangan berukuran dua kali lapangan futsal tersebut.

Itu terekam sesaat setelah Kabasarnas Bambang Soeltistyo membuka Gedung Mahameru dan memperkenankan para wartawan masuk, karena sebelumnya dilarang masuk sebab ada pertemuan internal yang membahas penghentian operasi pencarian pokok.

"Hasil pertemuan internal saya dengan pihak keluarga korban, kita sepakati operasi pokok pencarian dan pertolongan secara resmi ditutup," ujar Bambang, yang disambut dengan tangis dan peluk.

Di sudut lain, sebelah kiri barisan kursi keluarga korban tampak Dwiyanto yang sama sekali tak terlihat sedih, bahkan terkesan santai ketika mendengar Kabasarnas berucap mengenai penghentian operasi pencarian korban itu.

Pria berusia 60 tahun asal Jember itu mengaku pasrah, karena sudah mengikhlaskan jasad anaknya Bhima Aly Wicaksana (31) asal Surabaya yang belum ditemukan dalam pencarian Basarnas.

"Saya dan keluarga sudah menunggu selama dua bulan kabar Bhima, namun kini sudah saya pasrahkan dan mungkin sudah menjadi jalan takdir bagi anak saya," ucap Dwiyanto saat ditemui di Gedung Mahameru Polda Jatim.

Dwiyanto menyadari apa yang terjadi pada anaknya sudah jalan takdir sehingga pasrah dengan adanya kecelakaan yang menimpa anaknya.

Meski demikian, Dwiyanto masih sedikit berharap adanya kabar mengenai anaknya, sebab Basarnas menjanjikan akan melakukan proses pencarian tambahan, namun hanya dilakukan dalam sepekan mulai Senin (9/3) hingga Minggu (15/3).

Proses pencarian tambahan itu dilakukan untuk menghormati keluarga korban yang masih berharap adanya temuan korban kembali, selanjutnya proses pencarian akan dihentikan secara total.

Pihak AirAsia mencatat Pesawat AirAsia QZ8501 rute Surabaya-Singapura yang terjatuh itu membawa total 166 penumpang beserta kru, dan total jenazah yang telah diserahkan kepada keluarga korban sebanyak 94 jenazah.

Tim Basarnas bersama pihak terkait lainnya mampu menemukan 104 jenazah, lalu 94 jenazah yang teridentifikasi diserahkan kepada keluarga dan sisanya (sepuluh jenazah) kini masih dilakukan identifikasi oleh Tim identifikasi Polda Jatim.

                                         Menjadi Keluarga
Kabasarnas Bambang Soelistyo mengatakan, pihaknya sudah berusaha keras melakukan proses pencarian jenazah korban, dengan menurunkan secara total kekuatan tim di lapangan, dibantu juga oleh beberapa tim dari negara lain.

Namun demikian, pihaknya mengakui penemuan tidak mungkin dilakukan 100 persen, karena sesuai konteks pengalaman selama ini, proses pencarian korban tidak bisa ditemukan keseluruhan.

"Oleh karena itu kami melakukan pertemuan secara internal untuk menemukan titik terang, sebab penemuan jenazah tidak mungkin 100 persen dalam konteks pengalaman selama ini," ujarnya.

Dari pertemuan yang berlangsung selama 60 menit di Gedung Mahameru Polda Jatim, akhirnya Bambang Soelistyo meminta keluarga korban untuk memahami kondisi yang ada di lapangan.

"Ada hikmah dibalik peristiwa ini yakni keluarga korban telah menjadi satu keluarga, sebab dari peristiwa ini ada pertemuan dan saling kenal antarkeluarga korban, mudah-mudahan kita bisa menjaga terus silaturahmi ini," ucap Bambang setelah pertemuan dengan keluarga korban itu usai.

Sebelumnya, ikatan emosional antarkeluarga korban juga sudah sangat terjalin erat saat awal musibah ini terjadi, dan masing-masing dari mereka saling memberikan informasi terkini dalam pencarian korban.

Hal itu terjadi sejak 28 Desember 2014, yakni saat pihak maskapai AirAsia mendirikan posko yang dinamai "Crisis Center AirAsia QZ8501" di salah satu ruangan di Terminal 2 Bandara Internasional Juanda Surabaya di Sidoarjo, Jawa Timur.

Sejak saat itulah beberapa keluarga berinisiatif membuat grup melalui aplikasi "BlackBerry" dan "Whatsapp" dengan memanfaatkan teknologi informasi terkini melalui "smarthpone".

Perwakilan keluarga korban, Lukas Joko, mengatakan ide pengumpulan keluarga korban dalam satu grup melalui jejaring teknologi terkini didasari dari sensitifnya informasi mengenai AirAsia.

"Informasi tentang AirAsia sangat sensitif maka tidak boleh sembarangan. Komunikasi melalui blackberry sangat membantu," ungkapnya.

Selain itu, grup itu juga membuat agar informasi terbaru berasal dari satu pintu, sehingga keluarga korban bisa meninjau langsung dan tidak mendapat kabar dari banyak pihak.

Dari grup itu, beberapa keluarga juga memahami kondisi Basarnas saat berada di lapangan, sebab sebelumnya sempat marah dan ingin Basarnas segera menemukan anggota keluarganya, bagaimanapun kondisinya.

"Kenapa begitu lama? Tapi ternyata melihat kondisi dan cuaca yang seperti itu, kami sadar betapa sulitnya pencarian, sehingga pasrah menunggu proses evakuasi selesai," ujarnya.

Informasi dari grup blackberry dan whatsapp yang ini sangat membantu. "Itu membuat kami tahu dan kabar yang kami terima tidak simpang siur serta mempererat hubungan kami," tukasnya.