Kisah Perjuangan Dapatkan "Ping" AirAsia

id Perjuangan Dapatkan Ping AirAsia

Surabaya (ANTARA Lampung) - Setelah pesawat AirAsia QZ8501 yang menerbangi rute Surabaya-Singapura dinyatakan 'detresfa' atau resmi dinyatakan hilang, Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Perhubungan Udara Djoko Murjatmodjo menyampaikan kronoligi hilang kontak pesawat dengan register PK-AXC tersebut.

Pukul 05.36 WIB, pesawat berangkat dari Surabaya menuju Singapura dengan ketinggian 32.000 kaki dan melewati jalur M635. Pukul 06.12 WIB, kontak terakhir pesawat dengan Air Traffic Controller (ATC) Jakarta, pilot meminta menghindar ke arah kiri dan meminta izin untuk naik ke ketinggian 38.000 kaki, dan permintaan tersebut disetujui oleh pihak ATC.

Pukul 06.16 WIB, pesawat masih tampak di layar radar. Pukul 06.17 WIB, pesawat hanya tinggal sinyal di dalam radar ATC.

Pukul 06.18 WIB, pesawat hilang dari radar dan pada radar tinggal data rencana terbang. Pukul 07.08 WIB, pesawat dinyatakan INCERFA yakni tahap awal hilangnya kontak dan pihak Dirjen Perhubungan Udara melakukan kontak ke Badan SAR Nasional (Basarnas).

Pukul 07.28 WIB, pesawat dinyatakan ALERFA atau tahap berikut dalam menyatakan pesawat hilang kontak. Dan pada pukul 07.55 WIB, pesawat dinyatakan DETRESFA atau resmi dinyatakan hilang.

Pada waktu hampir bersamaan, di tempat berbeda, di pantai Desa Kubu, Kecamatan Kumai, Kotawaringin Barat, Kalimantan Tengah, seorang warga bernama Efendi (56) meninggalkan rumah untuk memperbaiki atap kandang ayamnya yang terletak tidak jauh dari daerah pantai. Sekitar pukul 06.30 WIB, ia mengaku melihat pesawat berwarna merah dengan kombinasi warna merah dan putih di bagian ekor terbang tendah di atas laut dari arah selatan dan berbelok ke arah timur.

Pesawat berjalan seolah-olah seperti mobil mogok dan terbang rendah ke arah laut. Ia mengaku baru melaporkan apa yang telah disaksikan di pagi hari saat sang anak bercerita bahwa banyak anggota TNI beraktivitas di pinggir pantai dekat rumahnya dengan menggunakan speed boat pada malam hari.

Kesaksian lain datang dari Rahmat (44), nelayan Desa Kubu yang pada Minggu pagi (28/12), sekitar pukul 07.00 WIB, berada di perairan yang tidak jauh dari muara Sungai Buluh Kecil, Kalimantan Tengah. Suara dentuman keras didengarnya diikuti dengan getaran yang dirasakan berbeda dengan ombak pada umumnya di haluran selatan.

Menurut dia, tidak tampak apa pun di laut, kabut tebal menutupi perairan di saat bersamaan hujan turun begitu deras dan laut sedang mengamuk. Baru keesokan harinya, Senin (29/1), apa yang didengarnya dari laut diceritakan kepada Lurah Kumai yang diteruskan kepada aparat TNI.

Nelayan lain, Darso (36), pada Minggu pagi (28/12), sekitar pukul 06.30 WIB, yang berada di Tanjung Pandan mengaku melihat sebuah pesawat terbang rendah, miring, ke arah Tanjung Puting lalu berbelok ke laut.

Angin begitu kencang dan hujan sedang berlangsung, tidak terdengar suara mengingat jarak pesawt cukup jauh. Menurut dia, posisi pesawat berwarna dominan putuh dan merah darang dari arah timur.

Sebagai catatan, letak Tanjung Kubu atau Pantai Kubu tempat Efendi berada sekitar 22 kilometer (km) di barat laut Sungai Buluh Kecil tempat Rahmat berada. Sedangkan jarak Tanjung Pandan tempat Darso berada sekitar 16 km sebelah barat tempat Rahmat berada, sedangkan Teluk Kumai berada di bagian barat Tanjung Puting berjarak hanya empat km di sebelah timur Tanjung Pandan tempat Darso berteduh saat mencari ikan.

Pada Senin malam (29/1), saat tiga saksi mata dari keberadaan pesawat Airbus 320-200 milik maskapai AirAsia yang hilang kontak dengan ATC di wawancarai melalui sambungan telepon oleh salah satu televisi swasta, menurut keterangan salah seorang awak media yang kebetulan berada di lantai 14 Kantor Pusat Basarnas, suasana menjadi gaduh. Kepala Basarnas Marsekal Madya FH Bambang Soelistyo segera meminta jajarannya untuk menemui para saksi yang kemudian pada Selasa (30/1), salah seorang dari mereka dilibatkan dalam pencarian.

Hasilnya, pesawat P130 TNI AU melihat secara visual ditemukan benda logam terapung di koordinat 03.50.112 LS dan 110.29 BT, atau sebelah barat Teluk Kumai, Kalimantan Tengah, pada pukul 11.30 WIB, yang kemudian diketahui sebagai bagian dari pesawat AirAsia QZ8501.

                                                Berlomba Mendapatkan "Ping"
Setelah diketahui lokasi evakuasi pascapenemuan serpihan dan jenazah korban pesawat AirAsia QZ8501, kapal-kapal yang membawa teknologi pendeteksi objek bawah air mulai bergerak ke lokasi penemuan. Ada banyak kapal-kapal yang ikut melakukan pencarian memiliki sonar, tetapi tidak semua membawa "pinger locator" yang mampu menangkap "ping" dari kotak hitam pesawat.

Kapal-kapal perang seperti KRI Banda Aceh, KRI Bung Tomo, RSS MV Swift Rescue milik Singapura, kapal USS Fort Worth milik Amerika Serikat tentu dilengkapi sonar yang mampu menangkap obyek-obyek di dalam laut. Sama halnya dengan kapal-kapal survei seperti Baruna Jaya I milik Badan Pengkajian dan Pengembangan Teknologi (BPPT), kapal survei Java Imperia yang menjadi rekanan BPPT, dan kapal survei Mahakarya Geo Survey yang membawa beberapa alat yang mampu mendeteksi objek-objek di bawah air seperti multibeam echo sounder, side-scan sonar, dan magnetometer yang khusus mendeteksi objek-objek metal.

Beberapa kapal pun dilengkapi dengan remotely operated vehicle (ROV) dengan berbagai ukuran, yang berfungsi mengambil gambar objek-objek di dalam laut. Meski akhirnya ROV milik Singapura dari kapal RSS MV Swift Rescue lah yang berhasil mengalahkan kuatnya arus di perairan Teluk Kumai dan Laut Jawa, dan mengabadikan dengan baik badan pesawat AirAsia QZ8501 pada Rabu (14/1), sekitar pukul 15.07 WIB.

Sebelumnya beberapa temuan objek besar juga ditemukan sonar dari KRI Bung Tomo pada Jumat pagi (2/1), pukul 07.34 WIB, di sektor prioritas yang telah ditetapkan Basarnas. Temuan ditindaklanjuti dengan meminta kapal Geo Survey melakukan pendeteksian lebih lanjut dengan side-scan sonar dan magnetometer untuk memperoleh gambar yang lebih presisi dan memastikan dua objek berdimensi 9.2x4.6x0.5 meter dan 7.2x0.5 meter yang ditemukan berdekatan di kedalaman 30 meter tersebut merupakan objek metal.

Pada Sabtu (3/1), dua objek lainnya ditemukan pada pukul 05.43 WIB dan pukul 15.00 WIB. Namun keempat objek tersebut tidak pernah terkonfirmasi dengan bukti gambar karena ROV milik kapal Geo Survey tidak berhasil mengalahkan arus 2.5 hingga 5 knot yang bergerak di dasar laut.

Pada Selasa (6/1), Kepala Basarnas mengumumkan area pencarian baru yang disebut sektor pencarian kedua untuk fokus mencari kotak hitam pesawat. Dan pada hari yang sama ia kembali mengumumkan temuan dari sonar dari USS Fort Worth yang menjadi objek besar ke-6 dan ke-7, namun kembali temuan tersebut tidak terkonfirmasi dengan gambar meski ROV milik kapal perang Amerika Serikat tersebut sudah dicoba untuk diturunkan ke bawah air.

Sebelumnya, pada Minggu (4/1), Deputi Kepala BPPT Bidang Teknologi Pengembangan Sumberdaya Alam Ridwan Djamaluddin mengatakan Baruna Jaya I bergerak ke arah Barat Laut dari sektor prioritas pertama untuk fokus mendapatkan PING dari kotak hitam pesawat. Para perekayasa BPPT telah membuat model arah kapal berdasarkan koordinat temuan jenazah dan serpihan pesawat untuk menentukan lokasi kotak hitam.

Area baru pencarian Baruna Jaya I tersebut merupakan hasil permodelan yang dibuat yang direkomendasikan Kepala Balai Teksurla (Balai Teknologi Survei Kelautan), di mana butuh waktu sembilan jam untuk menjangkau lokasi tersebut dalam kondisi cuaca di perairan yang buruk. Pada area baru pencarian tersebut, telah dibuat rencana jalur pemetaan yang jika dilakukan secara disiplin dengan bantuan beberapa kapal akan menghabiskan waktu 60 jam atau secara matematis pemetaan akan membutuhkan waktu tiga hari.

Sementara Baruna Jaya I masih mencoba menemukan lokasi kotak hitam, pada Rabu (7/1), Kepala Basarnas mengumumkan penemuan ekor pesawat yang terkonfirmasi dengan hasil foto yang diambil oleh tim penyelam dari TNI AL yang berada di KRI Banda Aceh setelah kapal Geo Survey memperoleh citra dari sonar. Pengangkatan ekor pesawat akhirnya diputuskan dengan harapan kotak hitam yang terdiri dari Flight Data Recorder (FDR) dan Cockpit Voice Recorder (CVR) dapat ditemukan dibagian tersebut.

Setelah dua hari pengangkatan ekor pesawat dilakukan, ternyata Ketua Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) Tatang Kurniadi mengatakan kotak hitam tidak ditemukan dibagian ekor. Dan pada hari yang sama, Sabtu siang (10/1), kapal Baruna Jaya I yang bekerja bersama kapal survei Java Imperia dan KN Trisula menemukan indikasi lokasi kotak hitam yang dicari, "ping" Emergency Locater Transmitter (ELT) yang didapat dari kotak hitam yang ditangkap Baruna Jaya I dan Java Imperia.

Sinyal "ping" yang berhasil dideteksi "pinger locator" milik Baruna Jaya I berlokasi di 3 derajat 37 menit 20.7 detik Lintang Selatan dan 109 derajat 42 menit 43 detik Bujur Timur, serta "ping" yang terdeteksi kapal riset Java Imperia di 3 derajat 37 menit 21.13 detik Lintang Selatan dan 109 derajat 42 menit 42.45 detik Bujur Timur tersebut diumumkan Kepala Basarna pada Minggu (11/1). Koordinat ini pun telah disampaikan kepada KNKT.

Meski demikian, temuan-temuan tersebut tidak pernah sempat terkonfirmasi secara visual, mengingat Baruna Jaya I tidak "diperkenankan" berada di lokasi temuan itu lagi. Perekayasa Madya BPPT Yudo Haryadi mengatakan ROV dan Autonomous Underwater Vehicles (AUV) yang sudah disiapkan Baruna Jaya I untuk mengambil visual dari lokasi kotak hitam dan sekaligus badan pesawat AirAsia tidak sempat diturunkan.

FDR akhirnya berhasil diangkat dari dasar laut pada Senin (12/1), disusul CVR berhasil diangkat tim penyelam TNI AL pada Selasa (13/1). Saat foto badan pesawat AirAsia akhirnya berhasil diabadikan ROV milik Singapura dari kapal RSS MV Swift Rescue, dan diunggah oleh Menteri Pertahanan Singapura Ng Eng Hen di akun Facebook-nya, pihak dari kapal Geo Survey menyebutkan lokasi temuan badan pesawat tersebut sudah diketahui pihaknya sebelumnya, dan koordinatnya diberikan untuk dapat diambil fotonya oleh ROV milik Singapura.

Sementara itu, saat mengonfirmasi kebenaran penemuan badan pesawat AirAsia yang berhasil diabadikan ROV milik Singapura kepada Koordinator lapangan Tim KNKT Ony Soeryo Wibowo di Lanud Iskandar, ia membenarkan badan pesawat sudah ditemukan. Bahkan, menurut dia, badan pesawat bersama dengan bagian besar pesawat lainnya sebenarnya sudah ditemukan sebelumnya, hanya saja belum sempat teridentifikasi secara visual.

"Sudah ketemu (badan pesawatnya), area sudah dideteksi dan sudah diberi tanda. Mau diambil, mau dituruti lagi silakan," ujar dia.

KNKT, menurut dia, sudah melakukan analisa dan melakukan pemetaan awal kemungkinan lokasi pesawat sejak awal mendapat kabar pesawat dengan nomor register PK-AXC tersebut mengalami hilang kontak dengan ATC pada Minggu (28/1). "Kami kirim side-scan sonar dengan menggunakan KN Jadayat dan KN Andromeda. Lokasi kami di bagian utara barat dari Basarnas bekerja, mereka (Basarnas) berkonsentrasi mengevakuasi korban di selatan sedangkan KNKT konsentrasi mendapatkan kotak hitam".

Ia mengatakan lokasi badan pesawat yang dilokalisir KNKT memang tidak jauh dari ekor pesawat yang telah ditemukan.

Cerita pencarian "ping" AirAsia pun tidak selalu berjalan tanpa ketegangan, karena keinginan untuk memperoleh berita eksklusif membuat media massa nasional sempat bersitegang dengan awak media massa asing yang lebih mendapat keleluasaan memperoleh informasi dan gambar di Lanud Iskandar, Pangkalan Bun, Kalimantan Tengah.