Kecelakaan Maut dan Bahaya Zat Adiktif LSD

id Kecelakaan Maut dan Zat Adiktif

Jakarta (ANTARA Lampung) - Selama beberapa minggu ini, masalah narkoba di Tanah Air menjadi berita aktual yang beruntun dan hangat dibicarakan. Mulai dari tertangkapnya penyelundupan sabu-sabu terbesar jumlahnya di sekitar Jakarta, tertangkapnya pemusik terkenal FRM, ekesekusi mati enam terpidana hukuman mati kasus narkoba (19/1) dan kasus kecelakaan maut di Jalan Arteri Pondok Indah, Jakarta Selatan (21/1) yang penabraknya mengonsumsi zat adiktif LSD (Lysergic acid diethylamide).

Selama ini temuan aparat kepolisian maupun BNN umumnya narkoba yang ditemukan pada kasus pelanggaran, baik pemakaian, penyelundupan dan perdagangan gelap adalah jenis sabu-sabu, Ecstasy, Ganja, Morfin, Heroin. Namun, temuan LSD menunjukkan bahwa ada zat adiktif tersebut yang juga sudah beredar dan mulai marak digunakan di Indonesia.

Memang, menurut informasi dari BNN, zat adiktif LSD sudah lama masuk di Indonesia. Penulis masih ingat kira-kira tahun 1990-an yang saat itu belum ada BNN, tapi isu adanya peredaran LSD di Indonesia sudah dilaporkan. Pada waktu itu ada isu temuan stiker dan permen yang mengandung LSD yang disalahgunakan.

Mungkin karena barang terlarang itu tidak banyak yang tersedia di pasar gelap, seperti Ecstasy dan sabu-sabu atau narkoba lainnya, maka LSD ini hanya dikenal oleh kalangan tertentu saja. Penulis masih ingat pada tahun 1995-1996 dimana pada waktu itu ada obat Black Heart yang diklaim sejenis Ecstasy, namun isinya adalah sebenarnya LSD telah cukup banyak dilaporkan memakan korban meninggal dunia.

                                    LSD Golongan 1 
Zat adiktif ini ditemukan tahun 1938 oleh peneliti dari pabrik obat Sandoz di Eropa yang awalnya sebagai obat analeptik. Dibuat dari bahan prekursor asam lisergat yang terdapat dari simplisia tanaman jenis jamur Claviceps purpurea (Gandum Induk atau Secale cornutum). Sintesis di laboratorium memang mudah dilakukan karena bahan baku simplisianya memang tersedia di daerah Eropa.

Dalam UU Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika, LSD termasuk psikotropika golongan 1, yang artinya tidak digunakan sebagai obat, karena efek kecanduan sangat tinggi dan hanya diizinkan digunakan untuk penelitian saja. Sedang dalam UU Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, LSD dimasukkan dalam lampiran golongan 1 Narkotika yang sebenarnya secara farmakologi dia bukan narkotika tapi psikotropika.

Zat adiktif LSD sebenarnya juga tergolong psikotropika halusinogen, yang memberikan efek halusinasi bagi pemakainya. Halusinasi bisa yang indah maupun yang buruk. Beberapa kasus kematian pemakai LSD di luar negeri adalah karena terjun dari ketinggian, karena bayangan bisa terbang seperti halnya superman.

Zat adiktif LSD sering diselundupkan lewat modus yang berbagai macam cara, sehingga sulit dideteksi oleh aparat bea cukai. Di luar negeri sering diperdagangkan dalam bentuk perangko (blotter) yang penggunaannya bisa sublingual, tinggal diletakkan di bawah lidah akan segera memberikan efek yang cepat seperti halnya obat legal untuk serangan jantung koroner. Dosis yang digunakan sangat kecil hanya 100-300 mikrogram.

Pembuatan blotter yang seperti perangko atau stiker memang sangatlah mudah, karena dosisnya yang sangat kecil ini. Tahun 1990-an waktu ada isu adanya peredaran LSD dalam bentuk stiker sangat mengkhawatirkan generasi muda kita, terutama anak-anak usia sekolah, dimana pada waktu itu sering dijual stiker mainan untuk anak-anak yang gambarnya adalah logo film-film kartun atau hero terkenal sehingga menarik untuk dibeli atau mungkin akan digunakan.

                                       Efek Halusinasi
LSD termasuk salah satu zat halusinogen nabati, selain meskalin, psilosin, psilosibin. Efek obat ini akan dapat mengubah persepsi pengguna yang menyebabkan rasa gembira (eupforia), khayalan indah dan senang. Namun juga bisa terjadi distorsi pada pandangan (distorsi visual). Efek ini akan hilang setelah 6-12 jam setelah menggunakan.

Efek samping yang lain bisa muncul mual, pusing, berkeringat, keletihan dan gangguan konsentrasi. Karena efek samping inilah kemungkinan menjadi penyebab kecelakaan maut yang terjadi di Jalan Arteri Pondok Indah, Jakarta Selasa, 21 Januari 2015. Karena efek samping dan kemungkinan penyalahgunaan yang tinggi ini, maka LSD tidak pernah digunakan sebagai obat lagi.

                                        Waspada dan Hati-hati
Kasus kecelakaan oleh pengaruh obat memang sering terjadi . Beberapa berita kecelakaan di Tanah Air adalah karena sopir bis wisata mengonsumsi pil koplo jenis obat tidur, maka bis kecelakaan. Karena minum obat alergi yang efeknya mengantuk maka seorang polisi menabrak orang yang terjadi di Lamongan. Pemabuk karena pengaruh alkohol sering kecelakaan yang memakan korban.

Obat penurun kolesterol juga menyebabkan kekakuan otot kaki sehingga tidak bisa mengerem mobil sehingga menabrak orang di bandara Juanda tahun lalu. Yang di Pondok Indah Jakarta adalah karena diduga mengonsumsi LSD, maka pengemudi berinisial CDS menabrak pengendara mobil dan sepeda motor yang menyebabkan empat orang tewas dan beberapa orang mengalami luka-luka.

Yang perlu diwaspadai oleh masyarakat dan generasi muda adalah ditemukannya zat adiktif LSD tersebut, yang sebenarnya narkoba yang sudah lama ada, namun tidak banyak dikenal seperti halnya sabu-sabu, Ecstasy, ganja, morfin, heroin, obat obat tidur / sedatif lainnya, termasuk minuman keras.

Peran orang tua, guru, tokoh agama, tokoh masyarakat dan aparat terkait sangatlah penting untuk bekerja sama dalam menangani dan mencegah peredaran zat adiktif berbahaya tersebut. Jangan segan-segan melapor kepada aparat berwajib bila menjumpai perbuatan yang melanggar hukum terkait narkoba tersebut.

*) Penulis adalah dosen Fakultas Farmasi Universitas Airlangga (Unair) Surabaya.