Belajar dari Bencana Longsor Banjarnegara

id Longsor Banjarnegara

Banjarnegara, Jateng (ANTARA Lampung) - Belum terhapus dari ingatan bencana alam tanah longsor di Dusun Gunungrejo, Desa Cijeruk, Kecamatan Banjarmangu, Kabupaten Banjarnegara pada 4 Januari 2006 merenggut sebanyak 76 korban jiwa dan ratusan warga lainnya mengungsi.

Pada Jumat petang 12 Desember 2014 bencana yang sama kembali terjadi di Dusun Jemblung Desa Sampang Kecamatan Karangkobar Kabupaten Banjarnegara dengan merenggut korban jiwa lebih banyak.

Bencana tanah longsor di Desa Sampang diperkirakan menelan korban jiwa 108 orang dan lebih dari 1.000 jiwa mengungsi di sejumlah lokasi pengungsian. Hingga pencarian hari Selasa (16/12) oleh tim gabungan telah menemukan sebanyak 64 jenazah.

Lokasi Desa Cijeruk hanya berjarak sekitar 10 kilometer dari Desa Sampang. Kedua desa tersebut berlokasi di daerah perbukitan dengan kontur tanahnya diketahui sangat rawan longsor, terutama pada musim hujan.

Curah hujan menjadi salah satu penyebab terjadinya longsor, namun faktor kemiringan suatu tanah juga berpengaruh. Tanah yang posisinya miring akan lebih mudah terbawa air. Daerah yang longsor di Banjarnegara merupakan kawasan yang memiliki kecuraman melebihi 45 derajat.

Deputi Bidang Rehabilitasi dan Rekonstruksi Badan Nasional Penanggulangan Bencana, Harmensyah mengatakan pencarian korban akan terus dilakukan hingga didapat korban yang diperkirakan masih tertimbun.

Ia menuturkan ada sekitar 2.000 relawan baik dari TNI/Polri, SAR, BPBD, dan Basarnas bahu membahu terlibat dalam pencarian korban bencana tanah longsor ini.

"Setelah seluruh korban meninggal dtemukan, langkah berikutnya adalah bagaimana segera menentukan bagaimana korban yang masih hidup, apakah disewakan rumah atau direlokasi, akan dilakukan kooordinasi dengan SKPD terkait," katanya.

Harmensyah mengatakan pihaknya sudah bicara dengan Bupati Banjarnegara agar sepekan ke depan sudah harus ditentukan, kalau mau direlokasi tempatnya di mana dan apakah lokasinya aman atau lokasi longsor tersebut masih bisa direkayasa.

"Secara teknis memang bisa dengan sistem teras, namun semua itu tergantung pemkab dan warga, kami hanya memfasilitasi," katanya.

Dia mengatakan memang hampir seluruh daerah di sini merupakan daerah rawan longsor.

Ia mengimbau masyarakat untuk mewaspadai curah hujan dan bagaimana dengan cuaca ektrem ini pemerintah daerah untuk menentukan status siaga darurat supaya betul-betul siap tidak ada korban jiwa.

Kepala Badan "Search and Rescue" Nasional (Basarnas) Marsekal Madya F.H. Bambang Sulistyo mengaku melihat banyak tanah di sekitar bukit yang longsor di Dusun Jemblung, Kabupaten Banjarnegar sudah mulai terkelupas.

"Padahal, di bawah tanah yang mulai terkelupas itu terdapat rumah-rumah penduduk," katanya.

Dia melihat kondisi tersebut saat melakukan pantauan dari udara dengan menggunakan helikopter Basarnas.

Menurut dia, rumah-rumah penduduk itu tidak hanya berada di bawah tetapi juga di atas bukit yang longsor sehingga sangat rawan.

"Saya melihat dari udara bahwa sebenarnya memang benar apa yang disampaikan oleh beberapa pejabat sebelumnya, di Banjarnegara ini banyak sekali potensi untuk longsor," katanya.

Ia mengharapkan pemerintah daerah memikirkan kondisi tersebut sehingga dapat mengurangi potensi korban meskipun terjadi longsor.

Terkait pencarian korban meninggal dunia, dia mengakui bahwa pada awal operasi terdapat kendala di lapangan, yakni masalah akses masuk ke lokasi dan kondisi cuaca.

Lebih lanjut, Bambang mengatakan bahwa keberadaan alat berat akan sangat membantu upaya evakuasi korban yang tertimbun longsor meskipun alat-alat tersebut belum bisa menjangkau lokasi bencana karena masih harus menyingkirkan material longsoran yang menutup jalan.

"Alat berat tersebut sudah mulai membuka akses jalan sambil maju ke depan untuk menuju sektor satu maupun sektor dua (lokasi longsor, red.)," katanya.

                                             Rekahan Baru
Berdasarkan pengecekan yang dilakukan Tim Kaji Cepat Gerakan Tanah diketahui adanya rekahan baru di dekat lokasi longsor Dusun Jemblung, Desa Sampang.

"Rekahan itu ditemukan di hutan Tanggapan. Jika terjadi hujan deras, rekahan ini berpotensi longsor," kata Wakil Bupati Banjarnegara Hadi Supeno.

Ia mengatakan bahwa longsoran tersebut menuju ke arah 325 derajat barat daya yang berarti lurus ke Dusun Krakal dan Dusun Tanggapan Bawah, Desa Srati, Karangkobar.

Oleh karena itu, dia mengimbau warga Krakal dan Tanggapan Bawah untuk lebih waspada dan apabila hujan harus dievakuasi.

Selain rekahan, kata dia, di puncak atau mahkota longsoran tanggal 12 Desember 2014 terdapat kolam seluas 30 meter persegi dengan kedalaman 1 meter.

"Kalau terjadi hujan deras dan kolamnya berisi air, berpotensi melongsorkan tanah yang ada di bawahnya. Tanah yang longsor ini diperkirakan jauh lebih besar dari tanah yang sudah longsor pada tanggal 12 Desember," katanya.

Terkait hal itu, dia mengatakan bahwa Tim Kaji Cepat Gerakan Tanah merekomendasikan agar air dalam kolam dikendalikan dengan cara dibuang menggunakan pipa.

Lebih lanjut, Wabup mengatakan bahwa wilayah Dusun Jemblung yang tertimbun longsor pada tanggal 12 Desember merupakan daerah yang berbahaya.

"Mohon kepada masyarakat untuk tidak mendekati lokasi longsor karena kalau terjadi longsoran kembali akan sangat membahayakan. Itu dua rekomendasi dari Tim Kaji Cepat Gerakan Tanah," katanya.

Ia mengatakan bahwa Tim Kaji Cepat Gerakan Tanah Tersebut beranggotakan unsur Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG), Badan Informasi Geospasial, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Ikatan Ahli Kebencanaan Indonesia, Universitas Gajah Mada, Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional, serta Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika.

Sementara itu, Kepala Subbidang Mitigasi Gerakan Tanah PVMBG Kristianto mengatakan bahwa pemasangan pipa untuk membuang air dari kolam di atas mahkota longsoran Dusun Jemblung merupakan upaya untuk mengurangi risiko bencana.

"Cara mengeluarkan airnya harus hati-hati, tidak boleh sembarangan dibuka, harus menggunakan pipa. Kalau tidak menggunakan pipa, air akan meresap ke dalam tanah," katanya.

Menurut dia, kolam tersebut terbentuk pascalongsor tanggal 12 Desember 2014.

Hadi Supeno mengatakan bencana tanah longsor kembali melanda kabupaten itu akibat hujan lebat yang terjadi sejak Selasa siang.

"Ada tiga tempat yang longsor, yakni di Desa Tlaga, Kecamatan Punggelan, Desa Kertosari, Kecamatan Kalibening, dan Dusun Gintung, Desa Binangun, Kecamatan Karangkobar," katanya.

Menurut dia, bencana tanah longsor di Desa Tlaga mengakibatkan sekitar 400 jiwa mengungsi.

Sementara di Desa Kertosari, kata dia, sebanyak 120 keluarga mengungsi meskipun longsor belum mengenai rumah penduduk.

"Di Dusun Gintung, ada 30 keluarga yang mengungsi karena khawatir peristiwa longsor Dusun Jemblung terulang," katanya.

Selain longsor, kata dia, jalan penghubung Dieng, Banjarnegara, menuju Pekalongan terputus akibat ambles.

Warga yang tinggal di daerah curam dan berbukit-bukit untuk senantiasa berhati-hati bila curah hujan tinggi dan jika mau belajar dari pengalaman bencana tanah longsor tetap menjadi ancaman setiap waktu.