Kurikulum Pendidikan: Ganti Menteri, Ganti Kebijakan?

id Polemik Kurikulum 2013

Jakarta (ANTARA Lampung) - Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Kabinet Kerja Anies Baswedan untuk menghentikan Kurikulum 2013 dan memberlakukan kembali Kurikulum 2006 seolah meneguhkan pendapat bahwa kalau "ganti menteri, ganti kebijakan".

Lagi-lagi pada akhirnya murid, guru, dan orang tua yang dikorbankan sekalipun keputusan yang dibuat Mendikbud Anies Baswedan tersebut berdasarkan hasil rekomendasi Tim Revisi Kurikulum 2013 yang diketuai mantan Dirjen Pendidikan Menengah Kemdikbud Suyanto.

Tim Revisi Kurikulum 2013, terdiri atas 11 orang yang melibatkan berbagai pakar pendidikan, di antaranya guru, kepala bidang pusat kurikulum dan bidang implementasi kurikulum. Tim tersebut telah mulai bekerja sejak 28 November 2014 dan bertugas untuk memperbaiki Kurikulum 2013 yang diinisiasi pada masa jabatan mantan Mendikbud Mohammad Nuh.

Salah satu alasan yang melatarbelakangi perubahan dari Kurikulum 2006 menjadi Kurikulum 2013, menurut Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Mohammad Nuh (yang mengakhir masa jabatannya pada bulan Oktober 2014) ada banyak kekurangan pada kurikulum sebelumnya (2006).

"Kurikulum itu harus disempurnakan. Misalnya, buat apa anak-anak kelas 4 sekolah dasar (SD) diajari pengetahuan tentang organisasi kelembagaan negara, tentang Mahkamah Konstitusi, Mahkamah Agung, dan undang-undang," katanya.

Nuh menjelaskan materi semacam itu memberatkan bocah-bocah SD. Alasan lain, untuk mempersiapkan kebutuhan kompetensi ke depan. Misalnya, orang Indonesia lebih suka belajar ke luar negeri lantaran menganggap kemampuan ilmu pengetahuan di sini dianggap rendah. "Pasti ada yang salah dengan kurikulum kita," tuturnya.

Namun, pada kenyataannya sebelum menuntaskan program Kurikulum 2013, Mohammad Nuh terlanjur mengakhir jabatannya sebagai Mendikbud sehingga dengan penuh harap dirinya berpesan agar Kabinet Kerja akan mempertimbangkan untuk melanjutkan implementasi Kurikulum 2013.

Terkait dengan keputusannya menghentikan pelaksanaan Kurikulum 2013, Anies Baswedan menyatakan, "Kami tidak ingin gonta-ganti kurikulum, tetapi menyempurnakan yang ada biar bisa dijalankan dengan baik. Tidak ada niat untuk menjadikan salah satu elemen pendidikan menjadi percobaan, apalagi siswa yang menjadi tiang utama masa depan bangsa."

Penyempurnaan tersebut, kata dia, dilakukan untuk melihat sejauh mana kesiapan guru-guru, sebagai eksekutor pelaksanaan kurikulum tersebut. "Harus ditinjau kesiapan gurunya bagaimana? Jangan memaksakan maunya Jakarta, tetapi lihat di seluruh Indonesia," ujarnya.

Ia menyatakan penghentian itu mulai berlaku pada awal tahun depan. "Mulai semester genap. Tahun pelajaran 2014--2015, mulai Januari. Pokoknya berhenti," tegasnya.

Sekolah yang telah menggunakan Kurikulum 2013 di atas tiga semester maka sekolah tersebut akan tetap menggunakannya dan dijadikan percontohan bagi sekolah-sekolah lain. Sekolah itu tidak akan kembali ke Kurikulum 2006. Namun, lanjut Anies, jika sekolah merasa tidak siap dan merasa terbebani, sekolah tersebut diberi kelonggaran untuk tidak meneruskan kurikulum baru.

Anies mengatakan, "Hanya sekolah-sekolah itulah yang diwajibkan menjalankan Kurikulum 2013 sebagai tempat untuk memperbaiki dan mengembangkan kurikulum tersebut. Bila ada yang merasa tidak siap, silakan ajukan pengecualian, tetapi secara umum sudah siap."

Sekolah percontohan Kurikulum 2013 ini selanjutnya akan terus dievaluasi. Setelah dievaluasi, Kurikulum 2013 kemudian akan diterapkan secara bertahap. Tahapan penerapannya bukan berbasis guru, tetapi sekolah.

Kurikulum 2013 secara bertahap dan terbatas telah diterapkan pada tahun pelajaran 2013/2014. Kini, pembatalan pelaksanaan Kurikulum 2013 dilaksanakan untuk 211.779 sekolah di seluruh Indonesia dan kembali menerapkan Kurikulum 2006.

Sementara itu, sebanyak 6.221 sekolah yang sudah menerapkan kurikulum 2013 selama tiga semester diminta untuk terus melanjutkan sebagai percontohan. Penerapannya dilakukan di 6.221 sekolah di 295 kabupaten/kota yang terdiri atas 2.598 sekolah dasar, 1.437 sekolah menengah pertama, 1.165 sekolah menengah atas, dan 1.021 sekolah menengah kejuruan.

Dengan adanya keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Anies Baswedan untuk menghentikan Kurikulum 2013, tiap sekolah akan kembali ke Kurikulum 2006. Anies akan mengirimkan surat edaran tentang penghentian Kurikulum 2013 ke semua sekolah di seluruh Indonesia mulai besok. "Kami kirimkan surat edarannya secepatnya. Jadi, kepala sekolah dan guru bisa mulai kembali menyiapkan Kurikulum 2006," ujarnya.

                                     Di Tengah Tahun Ajaran
Penghentian Kurikulum 2013, tidak pelak menimbulkan pro dan kontra dari kalangan pengamat, guru, maupun orang tua murid. Ketua Umum Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Sulistiyo mengatakan bahwa kebijakan Mendikbud Anies Baswedan untuk menghentikan pelaksanaan Kurikulum 2013 seharusnya tidak di tengah tahun ajaran karena merepotkan guru dan siswa.

"Persatuan Guru Republik Indonesia mengusulkan agar kebijakan penghentian Kurikulum 2013 tersebut dilaksanakan pada semester ganjil 2015/2016 dengan pertimbangan agar sekolah tuntas melaksanakan pembelajaran sampai dengan akhir tahun pelajaran 2014/2015. Dengan catatan, jika tidak ada hal-hal yang sangat urgen dalam pertimbangan menteri yang tidak kami ketahui," katanya saat menyampaikan hasil rapat pleno PGRI terkait dengan penghentian Kurkulum 2013.

Lebih lanjut Sulistiyo mengatakan bahwa untuk menjamin keberlangsungan pembelajaran selama revisi Kurikulum 2013, pemerintah diharapkan membuat kebijakan yang menjadi pegangan bagi para guru dan sekolah dalam menjalankan pembelajaran. "Kebijakan itu berupa ketetapan menggunakan Kurikulum 2013 dan Kurikulum 2006 yang dilakukan bersama," katanya.

Persatuan Guru Republik Indonesia sebagai organisasi profesi guru memahami pergantian kurikulum dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan, bukan dalam rangka misi politik kelompok tertentu. "Meski dalam praktiknya perumusan substansi terburu-buru dan kurang mantap. Padahal, PGRI sudah mengusulkan agar dilaksanakan hati-hati bertahap dan dipersiapkan secara baik," katanya.

Pihaknya meminta agar revisi K-13 hendaknya tidak bersifat parsial tidak tambal sulam. Perlu peninjauan ulang secara menyeluruh dan perbaikan dibutuhkan waktu panjang sehingga diharapkan kurikulum tidak berganti setiap menteri baru.

Anggota Komisi X DPR RI Surahman Hidayat memberikan apresiasi terhadap kebijakan Mendikbud untuk menghentikan pelaksanaan Kurikulum 2013 dan dinilainya sebuah keputusan yang tepat. "Kurikulum 2013 sejak awal memang terlalu dipaksakan sehingga menimbulkan banyak permasalahan di lapangan," katanya.

Dengan adanya kebijakan baru yang dikeluarkan oleh Pemerintah, Surahman berharap pemerintah lebih berhati-hati dan lebih mempersiapkan dengan matang segala sesuatunya. "Kebijakan yang dibuat menteri harus cermat, jangan mengarah pada penerapan kurikulum kembar yang berpotensi menyimpang dari UU Sisdiknas. Akan tetapi, untuk mempersiapkan secara lebih matang bagi pengembangan kurikulum yang ada," ujarnya.

Ia berharap ke depan jangan lagi setiap pergantian menteri, berganti pula kebijakan. "Dengan beralihnya sekolah yang belum tiga semester ke Kurikulum 2006, dan yang sudah lebih dari tiga semester untuk tetap menjalankan Kurikulum 2013 sebagai proyek percontohan, diharapkan dapat ditemukan konsep kurikulum yang terbaik untuk memajukan dunia pendidikan di Indonesia," kata Surahman.

Sementara itu, Ketua Umum Persatuan Perusahaan Grafika Indonesia (PPGI) Jimmy Juneanto menyatakan rasa kecewa dan dirugikan karena penerapan terbatas Kurikulum 2013 secara sepihak oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Anies Baswedan.

"Kami sangat dirugikan dengan keputusan Mendikbud karena sudah mencetak buku-buku yang dipesan. Pasalnya, jumlah buku yang dipesan oleh sekolah-sekolah pada semester satu tahun ajaran 2014/2015 mencapai 245 juta eksemplar dengan nominal Rp3,1 triliun," katanya.

Untuk semester dua, kata dia, buku yang dipesan sebanyak 267 juta eksemplar dengan nilai Rp1,9 triliun. "Penyaluran buku untuk Semester I mencapai 95 persen, sementara yang sudah dibayar baru 48 persen," ujarnya.

Sementara itu, penyaluran buku untuk semester dua baru 60 persen, dan belum dibayar sama sekali. Padahal, sejumlah perusahaan percetakan tersebut kejar tayang mengejar target yang diminta Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. "Penerapan terbatas Kurikulum 2013, lanjut dia, mengejutkan banyak pihak karena Mendikbud tidak berkonsultasi pada PPGI terlebih dahulu," katanya.

Kendati demikian, Mendikbud Anies Baswedan menegaskan bahwa kontrak yang sudah ditandatangani, dituntaskan. Buku yang sudah dipesan, disimpan di sekolah. "Kontrak yang belum ditandatangani, berhenti saja," katanya.