Hari Penghapusan Kekerasan terhadap Perempuan: "Klise Tapi Masih Terjadi"

id Hari Penghapusan Kekerasan Perempuan

Jakarta (ANTARA Lampung) - Negara-negara Asia Pasific berkomitmen mengadopsi hasil Konferensi Beijing +20 review "Asia Pasific Conference: Gender Equality and Women's Empowerment" di Bangkok, Thailand yang diselenggarakan pada 17--20 November 2014.
 
Salah satu isu kritis yang dibahas adalah Media dan Perempuan. Secara garis besar isi klausul itu meliputi : stereotype perempuan di media, ruang perempuan untuk bisa mengakses media dan gerakan ICT untuk perempuan dan anak.
 
Komitmen untuk menghapus stereotype perempuan di media menjadi salah satu komitmen negara-negara Asia Pasifik. Hingga kini gambaran klise streotype perempuan masih saja terjadi.
 
Masih ada media yang menampilkan perempuan sebagai sosok yang lemah, tak berdaya, dan hanya mengandalkan kecantikan belaka.
 
Perempuan yang menjadi korban kejahatan seksual masih saja dipersalahkan atas pakaian yang dikenakan, gerak geriknya hingga ucapannya. Media ketika menampilkan isu kejahatan seksual, masih abai melakukan perlindungan terhadap korban. Pengabaian terhadap perlindungan identitas korban kejahatan seksual kerap terjadi. Korban kejahatan seksual diwawancara oleh jurnalis, sehingga trauma yang timbul akibat kejahatan seksual pun kembali muncul. Korban terpaksa dan dipaksa menyampaikan trauma yang dialami, kepada masyarakat melalui media. Tangis histeris korban yang ditampilkan media menjadi drama yang bagi sebagian media, menjadi 'bumbu penyedap'. Aturan dalam kode etik jurnalistik, P3SPS 2012, diabaikan oleh media demi keuntungan media.
 
Perlindungan terhadap jurnalis perempuan di perusahaan media juga masih belum dilaksanakan secara penuh. Aturan dalam UU No 13 Tahun 2013 tentang ketenagakerjaan masih diabaikan oleh perusahan media. Penyediaan fasilitas antar jemput bagi jurnalis perempuan yang bekerja di atas pukul 21.00 WIB belum sepenuhnya dilaksanakan. Penyediaan ruang menyusui juga belum semua dimiliki oleh perusahaan media. Tak hanya itu saja, masih ada jurnalis perempuan yang mengalami kekerasan di tempat kerja. Padahal seharusnya tempat kerja memberikan rasa nyaman dan aman untuk bekerja. Isu memperjuangkan nasib buruh perempuan juga menjadi komitmen Negara-negara Asia Pasifik. Hal ini juga selaras dengan Standar Layak Kerja Jurnalis Perempuan yang diprakasai Aliansi Jurnalis Independen (AJI).
 
Ruang perempuan di media masih sulit di akses perempuan karena media di Indonesia masih dikuasai oleh pengusaha media yang terlibat di partai politik. Penggunaan teknologi juga masih minim diakses perempuan. Padahal teknologi memberikan keterbukaan yang baru bagi perempuan.

Namun di lain pihak, isu kesetaraan gender di media telah menjadi salah satu isu yang diangkat media. Perempuan-perempuan cerdas yang bekerja keras dalam karir dan kehidupannya, menjadi salah satu isu menarik bagi media. Persoalan perempuan juga menjadi sebagai salah satu topik yang diangkat media. Perempuan dan politik juga menjadi isu yang kerap diliput media pada tahun politik ini. Memberikan ruang bagi perempuan di media merupakan salah satu komitmen yang telah disepakati bersama pada Konferensi Beijing +20.
 
Di Hari Penghapusan Kekerasan terhadap Perempuan, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) merekomendasi :

1.     
Perlindungan korban kejahatan seksual harus dilakukan oleh media tanpa pengecualian. Media seharusnya tidak boleh melakukan kekerasan, steretype, diskriminasi, sensasionalisme terhadap perempuan.

2.     
Dewan Pers dan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) harus intensif melakukan pengawasan atau regulasi terhadap pemberitaan perempuan di media. Kami juga mendesak/menuntut pemerintah untuk menjamin dan memfasilitasi ruang keterbukaan bagi perempuan di media dan demokratisasi perempuan di media.

3.     
Pemerintah harus menjamin keterbukaan informasi. Perusahaan media harus menjamin independensi, demokratisasi di media

4.     
Perusahaan media memberikan perlindungan kerja sesuai UU Tenaga Kerja hingga Standar Layak Kerja Jurnalis Perempuan, kepada jurnalis.
 
Jakarta, 25 November 2014
 
Eko Maryadi                                                Rach Alida Bahaweres
Ketua Umum AJI Indonesia          Koordinator Divisi Perempuan AJI Indonesia