Bersahabat dengan Sampah Plastik

id sampah plastik

Metro, Lampung (ANTARA Lampung) - Plastik adalah istilah umum bagi polimer, yaitu material yang terdiri dari rantai panjang karbon dan elemen-elemen lain yang mudah dibuat menjadi berbagai bentuk dan ukuran.

Dalam kehidupan modern saat ini, plastik dengan beragam bentuk dan kegunaannya adalah komponen penting penopang aktivitas manusia.

Namun ketika plastik menjadi sampah, akan sulit terdegradasi, kalau pun bisa, membutuhkan waktu lama, lebih lama dari hancurnya jenazah yang dikuburkan.

Membiarkan atau mengolah sampah plastik menjadi "benda berharga" adalah pilihan. Manakah yang harus diwariskan bagi pemilik masa depan?

"Tidak lama lagi saya pensiun sebagai guru. Tapi Insya Allah, saya tidak akan pensiun bersahabat dengan sampah plastik," ujar Basirah, pengajar SDN 1 Metro Selatan di Kota Metro, Minggu (23/11).

Perempuan kelahiran Kota Metro tahun 1957 yang tinggal di Kelurahan Rejomulyo Kecamatan Metro Selatan itu, mengaku belum lama memanfaatkan waktu luang dengan membuat tas, dompet, tempat tisu, tempat pensil, dan vas bunga menggunakan bungkus deterjen, biskuit hingga minuman instan yang terbuat dari plastik.

"Di Lampung memang belum ada industri besar yang mengolah sampah plastik," ujar Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Daerah Lampung Bejoe Dewangga.

Lampung adalah sebuah provinsi paling selatan di Pulau Sumatera. Daerah yang di sebelah utara berbatasan dengan Bengkulu dan Sumatera Selatan tersebut memiliki 15 kabupaten/kota dengan luas 35.376 km persegi. Ibu kota provinsi ini adlah Kota Bandarlampung.

"Kota Bandarlampung memiliki luas areal mencapai 197,22 km persegi, dan populasi penduduk 1.251.642 jiwa, jika dikalkulasikan per hari jumlah sampah yang terkumpul mencapai 800 ton," ujar Bejoe lagi.

Karena itu, Bejoe menambahkan, lembaga swadaya masyarakat Mitra Bentala bersama Walhi Lampung mendukung dan mendorong adanya bank sampah untuk pengelolaan sampah terutama di kawasan pesisir Kota Bandarlampung.

Menurut Humas Mercy Corps Indonesia, Stella Yovita Arya Puteri, keberadaan sampah di Kota Bandarlampung  perlu mendapatkan perhatian agar dapat dikembangkan menjadi industri dengan potensi pasar yang besar.

"Apabila dikelola dengan baik, sampah di Kota Bandarlampung ini dapat meningkatkan pendapatan masyarakat," kata Stella pada kegiatan  kajian "Trash to Cash" yang digelar institusinya bersama The Rockefeller Foundation, di Kota "Tapis Berseri" Bandarlampung.

Kegiatan pengelolaan sampah secara sederhana menurut Kepala Seksi Pengawasan dan Pengendalian (Kasi Wasdal) Kantor Lingkungan Hidup Waykanan Provinsi Lampung Arif Radigusman, dikenal dengan istilah 3R, yakni "reuse, recycle dan reduce".

"3R ini yang terus dikampanyekan di Waykanan. Kampanye ini juga akan didukung dengan mengadakan contoh tempat sampah yang dipilah," ujar Arif menjelaskan upaya institusinya terkait penanganan sampah itu.

"Diet plastik" bagi Kabupaten Waykanan yang memiliki luas 3.922 km persegi sebagai antisipasi dampak negatif sampah plastik, menurut Ketua Forum Komunitas Hijau (FKH) Waykanan M Thohir, perlu dilakukan agar tidak terjadi masalah di kemudian hari.

"Diet plastik di daerah lain sudah mulai disuarakan, karena di kota-kota besar mulai sangat terasa dampak negatif yang ditimbulkan sampah plastik," ujar Thohir, seperti mengingatkan ungkapan bijak: "Kita tidak mewarisi bumi ini dari nenek moyang kita, kita meminjamnya dari anak-anak kita".

Di Kabupaten Waykanan yang dicanangkan sebagai "Bumi Petani" oleh Bupati Bustami Zainudin, Arif Radigusman menuturkan, institusinya juga melakukan pembinaan kepada anak-anak sekolah di SMKN Blambanganumpu melalui kelompok siswa yang dinamakan Anak Sekolah Cinta Lingkungan atau ACIL.

Metode yang diberikan  melalui penyampaian materi dan pendampingan aktivitas bersama. Walaupun ada kendala, Kasi Wasdal Kantor Lingkungan Hidup Waykanan itu meyakini hambatan pengelolaan sampah yang salah satunya plastik bisa diatasi.

"Kami optimistis persoalan sampah dapat ditekan dengan kolaborasi berbagai pihak seperti institusi pendidikan, kebersihan, pertamanan dan lembaga-lembaga terkait, ing ngarsa sung tuladha, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani, yang berarti, di depan menjadi contoh, di tengah membimbing, di belakang mendukung," kata Arif lagi.

Mengurangi sampah plastik dan menggunakannya seoptimal mungkin sebagai "benda berharga", demikian Basirah, merupakan sesuatu yang bisa terjadi sebagaimana cinta yang bermula dari mata lalu turun ke hati.

"Saya menekuni daur ulang plastik memang baru dua tahun, dari melihat, belajar, lalu mengikuti. Hal ini bisa dikembangkan atau ditularkan kepada ibu-ibu rumah tangga hingga anak didik, mereka saya ajari  secara gratis menganyam plastik bekas deterjen dan pembungkus minuman instan yang dikumpulkan dari rumah dan kantin sekolah. Bagi pelajar, hasilnya bisa menjadi tas untuk membawa keperluan belajar seperti buku dan pensil ke sekolah," ujar Basirah yang mengajar kelas IV  SDN 1 Metro Selatan itu menjelaskan.

Dampak atas upaya kecil Basirah tidak hanya sampah plastik menjadi "benda berharga". Anak didik di sekolah Basirah mengajar memiliki tangan dan hati yang baik terhadap sampah plastik, mereka bisa bersahabat dengan plastik, membuat sampah yang tidak bernilai menjadi bernilai dengan menyulapnya sebagai tas. Suatu investasi karakter tak terbantahkan, mengingat masih banyak penghuni bumi yang menjadikan plastik sebagai musuh. Bukankah benda tahan korosif yang susah terurai bernama plastik seringkali dibuang begitu saja melalui jendela kendaraan roda empat setelah rampung tugasnya membungkus biskuit atau makanan ringan pabrikan lainnya?

Secara ekonomi juga, satu tempat tisu berukuran 21 cm x 11 cm x 9 cm  terbuat dari bekas bungkus biskuit, deterjen atau plastik minuman instan bisa dijual Rp40 ribu.

"Jika ditekuni dengan benar, sehari bisa menghasilkan dua tempat tisu, artinya bisa menopang kehidupan ekonomi jika diproduksi dan dipasarkan serius," ujar Basirah seperti mempertegas pernyataan Bejoe dan Stella.

Basirah yang pernah meramaikan kegiatan FKH Kabupaten Waykanan pada Juni 2014 lalu, membuat Ketua  Dewan Kerajinan  Nasional Daerah (Dekranasda) Kabupaten Waykanan Rina Marlina mengapresiasi produk kreatif terbuat dari limbah atau plastik bekas pembungkus minuman instan yang dipamerkannya berharap, ketrampilan dimilikinya bisa berkembang dan orang-orang bisa mencintai serta bersahabat dengan sampah plastik agar bumi resik dan apik.

Gayung harapan bersambut, Rina yang merupakan istri Bupati Waykanan periode 2010--2015 Bustami Zainudin berkeinginan, produk kreatif terbuat dari bahan baku plastik bekas pembungkus minuman instan karya Basirah tidak hanya menjadi tontonan, namun juga bisa memotivasi ibu-ibu dan pelajar untuk membuat dan menggunakannya supaya tanah tak resah dan lingkungan hidup tak redup oleh sampah plastik.    

"Tasnya cantik dan menarik, tidak kelihatan kalau terbuat dari bungkus kopi," kata Rina memuji  tas plastik berukuran 30 cm x 20 cm dibuat ibu guru Basirah yang  dibelinya Rp150 ribu itu.

Jika harimau mati meninggalkan belang, lalu gajah mati meninggalkan gading. Maka sebagaimana ketetapan peribahasa, manusia mati harus meninggalkan nama, bukan sampah, bukan juga plastik.

Eda olah gedé bawaké, nanging cenik lantangé gaé, demikian aforisma masyarakat Bali yang berarti: "Janganlah asal besar pendek tetapi kecil panjang". Maknanya, janganlah menghendaki yang besar tetapi pendek, namun berbuatlah yang kecil tetapi panjang. Jangan menghendaki hidup enak di waktu sekarang saja, tetapi sebaiknya juga memikirkan masa yang akan datang juga. Berani punya hati untuk sampah plastik?