Menantang Ombak Menuju Negara Maritim

id Indonesia Menuju Negara Maritim

Jakarta (ANTARA Lampung) - Nyanyian "Nenek Moyangku Seorang Pelaut" seperti kembali membahana manakala Joko Widodo (Jokowi) membawakan pidato kenegaraannya yang pertama selaku Presiden, 20 Oktober 2014.

Presiden Jokowi bertekad memimpin kebangkitkan kejayaan bangsa Indonesia di sektor kelautan (maritim).

"Kita telah terlalu lama memunggungi laut, memunggungi samudra, memunggungi selat dan teluk. Kini saatnya kita mengembalikan semuanya, sehingga 'Jalesveva Jayamahe' (Di Laut Kita Justru Jaya), sebagai semboyan nenek moyang pada masa lalu bisa kembali membahana," ujar Presiden di Gedung MPR.

Pidato Presiden Indonesia ketujuh ini membuat Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Megawati Soekarnoputri menyebutnya benar-benar bagus.

"Itu sebuah 'statement' yang betul-betul bagus karena bagaimanapun juga realitanya Indonesia negara maritim sejak lama sekali, (tapi) kita selalu melihat sebagai sebuah daratan," kata Megawati menanggapi pidato Jokowi soal mengembalikan Indonesia sebagai negara maritim yang jaya.

Menurut Megawati, masalah kemaritiman kurang mendapat perhatian dari pemerintah sebelumnya.

"Sangat disayangkan bahwa selama ini kekuatan maritim kita dan hal-hal yang ada hubungannya dengan kelautan itu tidak begitu diangkat menjadi maksimal," katanya.

Dia menyebut ajakan Presiden Jokowi kepada seluruh lapisan masyarakat untuk bekerja keras dan bergotong royong sebagai pernyataan yang baik.

"Itu satu 'statement' yang juga bagus karena sebetulnya budaya kita ini gotong royong. Jangan sampai melupakan ajaran itu," katanya.

Memertegas visi kemaritiman ini, Jokowi dalam Kabinet Kerja yang diumumkan Minggu petang menunjuk Indroyono Soesilo sebagai Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman. Meski kementeriannya terbilang baru, Indroyono optimistis mampu menjawab tanggung jawab yang dipercayakan Presiden kepadanya.

"Ini kementerian baru, dan itu adalah tantangan bagi kami. Ini menarik karena selain menyiapkan program, kami juga menyiapkan kantor dan staf baru," katanya.

Pria kelahiran 27 Maret 1955 ini juga memastikan tidak akan ada tumpang tindih dalam pelaksanaan kegiatan tugas dan fungsi kementerian.

"Besok sesudah sidang kabinet pertama, yang jelas Presiden Jokowi menaruh harapan besar pada kemaritiman untuk mewujudkan poros maritim dunia," katanya.

Penunjukan Indroyono bukan tanpa alasan. Dia menempuh jenjang pendidikan S1 di Institut Teknologi Bandung, Jurusan Teknik Geologi tahun 1979, jenjang pendidikan S2 di Universitas Michigan, Amerika Serikat di Jurusan Penginderaan Jauh pada tahun 1981, dan jenjang pendidikan S3 di Universitas Iowa, Amerika Serikat di Jurusan Geologi Penginderaan Jauh tahun 1987.

Jabatan terakhir yang diembannya Direktur Sumber Daya Perikanan dan Akuakultur Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO) di Roma, Italia

                                     Perkuat Infrastruktur 
Visi kemaritiman yang diusung Jokowi juga mendapat respon positif Wakil Gubernur Provinsi Sulawesi Utara (Sulut), Djouhari Kansil.

Menurut dia, sebagai salah satu provinsi kepulauan, potensi perikanan dan kelautan Sulut harus dikelola secara profesional untuk peningkatan ekonomi masyarakat.

"Potensi Kabupaten Sitaro, Kabupaten Sangihe dan Kabupaten Talaud ini melimpah. Di daratan sebut saja kelapa, pala atau cengkih. Sementara di laut apalagi. Sumberdaya perikanan dan kelautan ini bila dikoneksikan dengan visi kemaritiman presiden dan wakil presiden sangat tepat," kata Kansil, di Kantor Penghubung Provinsi Sulut di Jakarta.

Kansil mengatakan visi kemaritiman yang diusung Jokowi-JK penting untuk memantapkan sektor ekonomi negara karena ditunjang dengan potensi perikanan dan kelautan yang kuat dan tangguh.

"Bila sektor perikanan dan kelautan ini dikelola dengan baik maka akan meningkatkan kesejahteraan bagi nelayan dan keluarganya. Pemerintah sudah memperkuat dengan menyediakan infrastruktur, peralatan serta petugas penyuluh," katanya.

Bahkan untuk memperkuat sektor ini, 59 pulau berpenghuni di tiga kabupaten kepulauan telah dibangun dermaga untuk membantu mobilitas manusia serta pemasaran hasil perikanan dan kelautan.

"Infrastruktur sudah jalan. Bahkan sekarang ini pemerintah menyiapkan bantuan kapal penangkap ikan katinting. Selanjutnya akan ditingkatkan lagi ke kapal pumboat sehingga nelayan-nelayan di daerah kepulauan bisa bersaing dengan nelayan Filipina," katanya.
Meski demikian, ia berharap, penguatan dasar yang dilakukan untuk nelayan penangkap, budi daya dan pengolah harus dibarengi dengan penguatan patroli keamanan untuk meminimalisasi pencurian ikan di wilayah perairan tiga kepulauan ini.

Sementara itu di mata Guru Besar Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan Universitas Sam Ratulangi Prof Ir Kawilarang WA Masengi MSc, PhD, penguatan yang harus dilakukan Jokowi untuk memperkuat visi kemaritiman adalah armada dan sumberdaya yang mengoperasikannya.

Menurut dia, masih ada kelemahan-kelemahan mulai dari proses pengadaan hingga alih teknologi sumberdaya yang memanfaatkannya. Dia mencontohkan pengadaan 1.000 kapal penangkap ikan yang tidak dapat difungsikan secara penuh.

"Pertama sumber daya manusia yang akan memanfaatkan kapal seperti nakhoda dan awak kapal perlu ada peningkatan kapasitas penguasaan teknologi agar mampu bersaing dengan nelayan dalam skala yang lebih luas. Kedua, pengadaan kapal tersebut kurang melibatkan pakar yang mengerti tentang seluk-beluk pembuatannya," ujarnya.

Bahkan, kata dia, bila ingin meningkatkan hasil tangkapan ikan (ekspor), mau atau tidak setiap kapal penangkap ikan harus dilengkapi dengan alat pendeteksi ikan secara vertikal dan ke bawah.

"Indroyono adalah orang yang tepat mengelola sektor kemaritiman ini untuk membawa kemakmuran bagi bangsa Indonesia. Aparat TNI dan Polri juga harus memperkuat patroli pengawasan wilayah perairan sehingga tidak terjadi 'illegal fishing' lagi. Sumber daya manusia harus ditingkatkan mulai dari tahapan penangkapan, budi daya, pengolahan termasuk pasar sehingga tidak dikelola pihak asing," harapnya.

Sekali layar terkembang, pantang biduk surut ke pantai. Presiden mantap dengan langkah itu dan seluruh anak bangsa di negara ini diajak bekerja keras meraih bangsa yang besar, makmur dan sejahtera.

"Kita perlu bekerja keras, harus. Tidak mungkin negara sebesar ini akan menjadi kuat dan besar kalau kita hanya bermalas-malasan. Jangan berharap kita akan menjadi negara makmur," kata Jokowi di Jakarta, saat membawakan pidato kerakyatan di Monas usai pelantikan.

Seluruh komponen bangsa dari kampung, desa, kota, provinsi hingga ibu kota harus bekerja bersama, bergotong royong agar cita-cita Indonesia makmur dan sejahtera sebagai negara bermartabat dan punya wibawa terwujud.

"Semua ini hanya bisa dicapai dengan bekerja keras mewujudkan cita-cita bangsa yang makmur dan sejahtera. Merdeka..merdeka.. merdeka," demikian seruan Presiden Joko Widodo.