LBH-Walhi Kecam Kejahatan Lingkungan Way Tenumbang

id Penambangan Way Tenumbang Pesisir Barat

Bandarlampung (ANTARA Lampung) - Lembaga Bantuan Hukum Bandarlampung dan Wahana Lingkungun Hidup Indonesia daerah Lampung mengecam praktik kejahatan lingkungan di Way Tenumbang Kecamatan Bengkunat Kabupaten Pesisir Selatan Provinsi Lampung.

Chandra Muliawan, Divisi Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya LBH Bandarlampung, didampingi Heri Hidayat, Manager Advokasi Industri dan Perkotaan Walhi Lampung, dalam ekspose di Bandarlampung, Selasa (21/10), menyatakan praktik kejahatan lingkungan itu terjadi setelah PT Jaya Lelaga yang bergerak di bidang penambangan batu mendapatkan persetujuan lingkungan oleh Pekon Negeri Ratu pada tahun 2013 untuk aktivitas penambangan dalam skala kecil.

Namun dalam perkembangannya, PT Jaya Konstruksi yang memenangkan tender Proyek Pelebaran Jalan Pesisir Barat (Biha-Pugung) disebutkan telah membeli PT Jaya Lelaga yang pengelolaannya masih tetap dipegang oleh pemilik sebelumnya, untuk menjaga stabilitas usaha.

Sebelumnya, PT Jaya Konstruksi dicurigai tidak memiliki stok material untuk melaksanakan proyek pelebaran jalan di Pesisir Barat.

Menurut Chandra, proses eksploitasi skala besar tersebut ternyata mendapat penolakan yang berawal dari laporan ke LBH Bandarlampung melalui Junaidi yang mempertanyakan perkembangan kasus yang tengah ditangani Polda Lampung yang sebelumnya telah melakukan penyegelan alat angkut truk dan alat berat ekskavator, namun belum menyentuh pada penyegelan perusahaan yang mengoperasikan stone chruser (pemecah batu) dan Asphalt Mixing Plant (AMP).

LBH Bandarlampung dan Walhi Lampung melakukan investigasi ke lokasi penambangan itu, Sabtu (18/10), menemukan aktivitas pengerukan batu di Sungai Way Tenumbang dengan menggunakan ekskavator, kemudian diangkut oleh sejumlah truk yang melintasi aliran sungai.

Chandra menyatakan, ditemukan pula tiga pemecah batu (stone crusher) yang beroperasi, dan satu AMP yang juga terus mengepulkan asap polusi.

Setelah melakukan perbincangan dengan tokoh-tokoh pekon setempat, yaitu Negeri Ratu dan Sukarame, diketahui pula bahwa mereka tidak pernah memberikan izin aktivitas penambangan skala besar tersebut.

Dampak penambangan itu bagi warga di Desa/Pekon Negeri Ratu dan Sukamaju, di antaranya terjadi kerusakan sungai, pencemaran air sungai, kerusakan jalan ke permukiman warga yang dilalui truk angkut, debu jalan, polusi asap dari AMP (dialami sekitar 329 KK warga setempat), penyakit pernapasan, potensi terkena penyakit (200 KK), potensi kerusakan perkebunan warga akibat asap (150 KK).

Berdasarkan keterangan masyarakat setempat, terdapat korban yang menderita sakit pernapasan, muntah dan buang air besar yaitu balita usia 1,6 tahun anak Renaldi, menurut petugas kesehatan Puskesmas Biha yang memeriksa anak tersebut, penyakit diakibatkan debu.

LBH Bandarlampung bersama Walhi Lampung mengingatkan potensi terkena penyakit bagi warga Negeri Ratu yang terkena debu jalan dan debu dari aktivitas angkut material.

Potensi penyakit juga akan berimbas pada warga daerah hilir sungai (Pekon Sukarame) yang dialiri air keruh akibat pengerukan batu itu.

Potensi kerusakan perkebunan adalah kerusakan sekitar 400 ha kebun karet yang ditimbulkan dari asap pabrik pengolahan aspal yang terletak berdekatan dengan perkebunan warga.

Karena itu, LBH Bandarlampung dan Walhi Lampung akan menyampaikan desakan ke Pemkab Pesisir Barat guna menutup atau menghentikan sementara kegiatan penambangan tersebut.

"Kami meminta SP2HP pidana ke Polda Lampung terkait pemalsuan oleh PT Jaya Lelaga/PT Jaya Konstruksi," kata Chandra pula.

Pihaknya juga meminta Gubernur Lampung M Ridho Ficardo melalui Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD) turun untuk melakukan pemantauan lokasi dan kinerja BPLH Pesisir Barat.

Polda Lampung juga didesak untuk melakukan pengembangan dugaan tindak pidana kejahatan lingkungan hidup hingga aktor utama.

"Kami juga mendorong pembentukan tim gabungan pemprov, kepolisian, masyarakat, dan Pemkab Lampung Selatan serta mengupayakan dilakukan pemulihan kerusakan lingkungan oleh Pemkab Lampung Selatan maupun perusahaan," katanya lagi.