Korupsi Alkes Dituntut Enam Tahun Penjara

id Korupsi Alkes Dituntut Enam Tahun Penjara, Alat Kesehatan, RSUABandarlampung, DT, DIP, JPU, Koruptor, APBD,

Terdakwa PNS Dinkes Kota Bandarlampung terbukti bersalah melanggar pasal 3 jo pasal 18 No 31 tahun 1999 UU RI tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi."
Bandarlampung (Antara Lampung) - Suwondo, terdakwa korupsi pengadaan alat kesehatan RSUADT Bandarlampung pada anggara DIPA tanggal 24 Oktober 2012 sebesar Rp15,5 miliar, dituntut enam tahun penjara.

"Terdakwa Suwondo PNS Dinkes Kota Bandarlampung terbukti bersalah melanggar  pasal 3 jo pasal 18 No 31 tahun 1999 UU RI tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi," kata Jaksa Penuntut Umum (JPU) Rudy Hartono, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Tanjungkarang, Bandarlampung, Senin.

Dia mengatakan bahwa Suwondo selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) pada Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Bandarlampung dituntuk penjara selama enam tahun dan denda sebesar Rp500 juta subsidair enam bulan penjara.

Dihadapan Ketua Majelis Hakim Poltak Sitorus, JPU mengungkapkan hal yang memberatkan hal terdakwa melanggar program pemerintah tentang pemberantasan korupsi dan terdakwa mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp7,2 miliar. Sedangkan yang meringankan,  terdakwa mengakui perbuatannya, tidak menikmati kerugian negara dan sopan dalam persidangan.

Sedangkan hal berbeda diterima oleh dua rekannya yakni M. Noor PNS Dinkes Kota Bandarlampung selaku ketua panitia pengadaan dan Lukman selaku Direktur PT Terala Inter Nusa, yang dituntut lebih tinggi. Keduanya dituntu pidana penjara selama tujuh tahun dan denda Rp500 juta subsidair enam bulan penjara.

Dalam dakwaannya JPU Rudy menjelaskan kasus ini berawal pada tahun 2012, terdapat pengadaan alat kesehatan (alkes) dan KB pada RSUADT Kota Bandarlampung yang dilaksanakan berdasarkan dari anggaran Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Penambahan (APBNP) tugas pembantuan Direktorat Jendral Bina Uapaya Kesehatan Kementrian Kesehatan RI dengan Daftar Isisan Pelaksanaan Anggaran (DIPA) tanggal 24 Oktober 2012 sebesar Rp15,5 Miliar.

Ia menjelaskan dalam perencanaan dan pengajuan bantuan anggaran pengadaan alkes dan KB dilakukan oleh Dr Aulia Indrasari, selaku Direktur RSUADT Bandarlampung melalui program E-Planning di Dinas Kesehatan (Dinkes) Provinsi Lampung dengan memenuhi syarat berdasarkan surat pengantar dari Wali Kota 22 Agustus 2011 perihal usulan APBN/ TP tahun 2012.

Kemudian setelah prosedur semua selesai, Dr Wirman selaku Kepala Dinas Kesehatan Kota Bandarlampung ditetapkan sebagai Kuasa Pengguna Anggara (KPA) dan terdakwa Suwondo sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK). Selanjutnya Wirman menunjuk terdakwa Muhamad Noor sebagai Ketua Panitia Pengadaan Barang.

"Selanjutnya terdakwa Luqman diangkat menjadi Komisaris PT Tralela Internusa berdasar No. 43 tanggal 14 Agustus 2012 notaris Mainazer Zein. Sedangkan Direktur PT Tralela Internusa adalah Kusnandi Guliling (sudah meninggal)," kata dia.

Dia melanjutkan Kusnandi membuat daftar tiga data pembanding harga item-item alkes yang akan dilakukan pengadaannya. Yang didalamnya sudah tertera secara terperinci nama alat-alat, merk dan tipe alat.

Dilanjutkan Luqman untuk dengan membuat tiga surat penawaran, yang sudah dibubuhi tandatangan dari masing-masing perusahaan, yakni dari Direktur PT Menggala Jaya, Direktur PT Risa Putra Mandiri dan Direktur PT Darma Cipta Abadi.

"Bahwa terdakwa Luqman membuat harga perkiraan sendiri (HPS) yang diserahkan kepada terdakwa M Noor dan Soewondo dengan nilai sebesar Rp15 miliar yang dilanjutkan sebagai harga pembanding dari perusahaan lain dengan sedemikian rupa, agar lelang tersebut dimenangkan oleh terdakwa Luqman," katanya menjelaskan.

JPU Rudy mengungkapkan terdakwa Luqman, membuat surat penawaran seolah-olah telah dibuat PT Elkaka Putra Mandiri dan PT Nugraha Thata Sentausa yang akan mendampingi PT Terela Inter Nusa dalam proses pelelangan.

Sebelum memalsukan dukumen penawaran, terdakwa Luqman berkordinasi dengan terdakwa M Noor, agar diperiksa dan tidak terjadi kesalahan.

"Setelah diperiksa terdakwa M Noor, terjadi persaingan tidak sehat atau persekongkolan antar penyedia barang dan jasa, namun terdakwa M Noor membiarkannya dan tetap dilanjutkan," kata dia.

Kemudian,  PT Terala Internusa memenangkan lelang dan menandatangani kontrak serta dibuatkan surat perjanjan waktu pelaksanaan selama 30 hari kalender dengan nilai kontrak sebesar Rp15,3 miliar. Terdakwa Luqman menerima uang sebesar Rp2,7 miliar sebagai pembayaran dimuka 20 persen dari nilai kontrak.

Selanjutnya, terdakwa Soewondo melakukan pemesanan alkes, yang dibutuhkan. Dari alkes yang telah dipesan Luqman terdapat selisih yang cukup jauh dari kontrak antara terdakwa Soewondo dan Luqman, yang sebelumnya dalam pembuatan HPS sudah ditinggikan lebih dulu.

"Terdakwa Luqman, M Noor dan Soewondo bersama-sama untuk mencari keuntungan yang sebesar-besarnya. Dan dari harga yang ditentukan antara terdakwa Luqman dan Soewondo dalam pengadaan alkes terdapat selisih sebesar Rp7,2miliar dari harga yang sebenarnya," kata dia.

Rudy mengungkapkan setelah mendapatkan seluruh pembayaran pengerjaan pengadaan alkes RSUADT Bandarlampung dilakukan pencairan dana sebesar Rp10,9 miliar, diterima dari Bank Lampung kepada PT Terala Internusa, pada 19 Desember 2013.

Dana keseluruhan tersebut terdakwa Luqman, langsung mentansfer sebesar Rp10,9 miliar lebih tersebut ke rekening Kusnadi Guliling. Akibatnya perbuatan ke tiga terdakwa, yang telah melakukan pembuatan harga berdasarkan keahlian dan harga pasar setempat yang tidak dapat dipertanggungjawabkan sehingga HPS jauh lebih tinggi dari harga pasar yang wajar.

Bahwa ketiga terdakwa bersama dengan Kusnadi Guliling bersama-sama dan bersekongkol mengtur harga penawaran. Diluar prosedur lelang, dan perbuatan terdakwa M Norr, Luqman dan terdakwa Suwondo telah memperkaya dirisendiri atau oranglain yaitu Kusnadi Guliling sejumlah Rp7,2 miliar.