Butet Kertaradjasa Bawa Petani Sambangi Rumah Transisi

id Butet Kertaradjasa Bawa Petani Sambangi Rumah Transisi

Jakarta (ANTARA LAMPUNG) - Budayawan Butet Kertaradjasa bersama sejumlah petani tebu, menyambangi Rumah Transisi Jokowi-JK untuk menitipkan nasib petani yang dinilai semakin terancam dengan kebijakan pemerintah saat ini.

"Kami ke sini hanya menitipkan nasib. Petani betul-betul dalam situasi sangat terancam, mau punah, mau sirna karena tidak diurus. Bayangkan negara agraris petaninya punah," kata Butet di Rumah Transisi, Jakarta, Selasa (16/9).

Butet mengatakan kebijakan impor seperti yang terjadi di kabinet pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono, merugikan negara.

"Dari waktu ke waktu volume impor semakin 'gede', dan itu membebaskan bea masuk, jelas merugikan negara. Impor juga dilonggarkan sedemikian rupa akhirnya gula petani tidak laku karena menjadi lebih mahal," tegas dia.

Butet menegaskan bahwa petani ingin menyelamatkan kehidupan dan budaya bertani mereka selama ini. Petani optimistis Jokowi dapat menyelamatkan mereka lantaran dalam janji kampanyenya, Jokowi berkomitmen menyelamatkan kehidupan nelayan dan petani.

"Jadi betul-betul pemihakan harus nyata dan terwujud dalam kebijakan. Kita bukan anti-impor, tapi coba minimalkan impor supaya produk petani laku," kata Butet.

Butet meminta semua pemimpin baru, termasuk para menteri mendatang harus membuat kebijakan yang prorakyat dan selalu berorientasi mengubah nasib rakyat menjadi lebih baik.

"Kalau pemimpinnya tidak ada komitmen seperti itu namanya pemimpin 'blegedes'," ujar dia.

Butet mengusulkan khusus untuk Menteri Pertanian, sebaiknya dipilih dari kalangan praktisi, sehingga sangat memahami masalah-masalah dalam dunia pertanian seperti masalah pupuk, lahan yang semakin sempit, hingga mata rantai mafia perdagangannya.

Butet juga mengusulkan Jokowi bisa mengeluarkan sebuah pernyataan yang intinya menunda pengesahan RUU Kebudayaan, karena terdapat kesalahan-kesalahan yang elementer didalamnya.

"Sebaiknya sabar, tunggu pemerintahan Jokowi berjalan baru dibicarakan lagi, atau lebih baik lagi jika di-drop saja. 'Ngapain' negara mau 'ngurusin' hal-hal personal. Masyarakat kita ini berbudaya tanpa adanya RUU Kebudayaan sekalipun," kata dia.