Menurut Istri Nazaruddin, Suaminya

id Menurut Istri Nazaruddin, Suaminya

Jakarta (ANTARA LAMPUNG) - Saksi Neneng Sri Wahyuni, istri Muhammad Nazaruddin, mengaku bahwa suaminya bekerja untuk terdakwa Anas Urbaningrum yang kemudian terpilih menjadi ketua umum Partai Demokrat pada 2010, baik dalam kaitan perusahaan maupun bidang politik.

"Suami saya bekerja untuk Pak Anas. Memang suami saya yang selalu tampil dengan karyawan-karyawannya, tapi Pak Anas di belakang layar," kata Neneng saat bersaksi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Kamis (14/8).

Neneng yang sedang menjalani vonis 6 tahun dalam kasus tindak pidana korupsi pengadaan dan pemasangan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) menjadi saksi untuk terdakwa mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum dalam sidang perkara penerimaan hadiah dari sejumlah proyek pemerintah dan tindak pidana pencucian uang.

"Secara struktur, Anas tidak ada namanya di Anugerah maupun Permai Grup, tapi saya tahu suami saya bekerja untuk Pak Anas, baik dari segi politik maupun perusahaan," ujar Neneng.

Neneng sendiri mengaku pernah berkantor di Grup Anugerah saat perusahaan itu masih berkantor di Tebet, Jakarta Selatan, yaitu sebelum Nazaruddin menjadi anggota DPR. Neneng mengaku sempat sering membantu di bagian keuangan maupun rekrutmen pegawai.

"Saya sering lihat Anas di kantor di Tebet yaitu saat masih di Anugerah Grup. Tapi saya tidak bisa pastikan datang hari apa yang sering adalah Jumat atau Sabtu, bertemu dengan Nazar (Nazaruddin, red)," kata Neneng lagi.

Terkait pemberian mobil Toyota Harrier dari Grup Anugerah, Neneng mengaku bahwa ia pernah bertemu dengan staf dealer perusahaan mobil itu saat datang ke kantor.

"Saat itu ada acara buka puasa di kantor, saya datang agak siang dan ada orang dealer (mobil) datang ke kantor dan minta pembayaran mobil. Saya tidak tahu tentanng itu karena tidak ada omongan sebelumnya. Lalu saya telepon suami saya bahwa ada orang dealer yang minta pembayaran mobil untuk Pak Anas. Suami saya minta agar saya ketemu Pak Marisi (Matondang), dia salah satu direktur perusahaan," katanya pula.

Marisi ternyata sudah dititipi uang sekitar Rp700 juta oleh Nazar, sayangnya sudah dipakai untuk keperluan kantor dan tersisa tinggal Rp150 juta sehingga pembayaran mobil Harrier bernomer B 15 AU itu menggunakan uang tunai ditambah cek.

Neneng pun mengaku ikut ke Kongres Demokrat di Bandung pada Mei 2010 dan bertemu dengan Yulianis, staf bagian keuangan Grup Anugerah, yang membawa sejumlah kardus berisi uang untuk mendukung Anas menjadi ketua umum Partai Demokrat.

"Saya datang bersama anak-anak, lalu bertemu dengan Yulianis dan bagian keuangan lain. Saya lihat satu kamarnya penuh kardus-kardus yang isinya uang. Saya tidak tahu pasti jumlahnya tapi ada dolar AS dan rupiah," jelas Neneng

Nazaruddin sendiri seharusnya menjadi saksi dalam persidangan kali ini, tapi hingga pukul 17.00, ia belum juga tampak meski petugas KPK sudah diperintahkan untuk menjemput Nazaruddin dari Lembaga Pemasyarakatan Sukamiskin, Bandung.

Anas dalam perkara ini diduga menerima "fee" sebesar 7-20 persen dari Grup Permai yang berasal dari proyek-proyek yang didanai APBN dalam bentuk 1 unit mobil Toyota Harrier senilai Rp670 juta, 1 unit mobil Toyota Vellfire seharga Rp735 juta, kegiatan survei pemenangan Rp478,6 juta dan uang Rp116,52 miliar serta 5,26 juta dolar AS dari berbagai proyek.

Uang tersebut digunakan untuk membayar hotel-hotel tempat menginap para pendukung Anas saat kongres Partai Demokrat di Bandung, pembiayaan posko tim relawan pemenangan Anas, biaya pertemuan Dewan Pimpinan Cabang (DPC) dan Dewan Pimpinan Daerah (DPD) serta pemberian uang saku kepada DPC, uang operasional dan "entertainment", biaya pertemuan tandingan dengan Andi Mallarangeng, road show Anas dan tim sukesesnya pada Maret-April 2010, deklarasi pencalonan Anas sebagai calon ketua umum di Hotel Sultan, biaya "event organizer", siaran langsung beberapa stasiun TV, pembelian telepon seluler merek Blackberry, pembuatan iklan layanan masyarakat dan biaya komunikasi media.

Anas diduga juga melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU harta kekayaannya hingga mencapai Rp23,88 miliar.