Bakda Shalat Id Mereka Jalani Tradisi Weton

id tardisi, weton, shalat id

Weton' itu, maksudnya masyarakat mengeluarkan ketupat masing-masing. Di dusun ini ada empat masjid, semua menjalani tradisi Weton ini di masjid masing-masing, setelah selesai shalat Id."
Shalat Idul Fitri, 1 Syawal 1435 Hijriah, telah rampung. Sementara sebagian besar lainnya masih mendaras doa-doa tambahan di masjid dusun itu, laki-laki bernama Bambang Ardiansyah bersama sejumlah lainnya meninggalkan tempat tersebut.
        
Sebentar kemudian dia datang lagi ke tempat itu, beberapa perempuan berjibab juga mendatangi Masjid Al Mu'in di Dusun Wonolelo, Desa Bandongan, Kecamatan Bandongan, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, Senin (28/7) pagi.
        
Bunyi petasan masih belum terdengar lagi, sebagaimana disulut terkesan tidak ada putusnya oleh warga setempat pada malam takbiran, Minggu (27/7) hingga Senin dini hari, sekitar pukul 04.00 WIB.
        
Mereka yang kembali lagi ke masjid sudah tampak bersih dengan cat tembok yang baru untuk menyambut Idul Fitri 1435 Hijriah tersebut, masing-masing membawa piring berisi beberapa ketupat Lebaran dengan semangkuk sayuran.
        
Itulah piranti utama warga dusun setempat dalam menjalankan kebiasaan secara turun temurun yang mereka sebut sebagai tradisi "Weton", seusai shlat Idul Fitri.
        
Ketika mereka telah kembali ke masjid itu dengan membawa menu ketupat Lebaran, Kepala Dusun Wonolelo, Pangadi, belum terlihat tiba lagi di masjid yang menjadi tempat bersama warganya mengikuti shalat Id.
        
Kepala Dusun Pangadi tidak seperti beberapa lelaki lainnya setelah shalat Id,  pulang ke rumah untuk mengambil ketupat Lebaran. Dia seorang diri ke makam kedua orang tuanya, Kabit dan Maani. Letak makam tak jauh dari dusun.

        
Ziarah ke makam orang tua telah menjadi kebiasaan yang dilakukan kepla dusun tersebut, bakda shalat Id.
        
Pangadi yang juga pemimpin kelompok kesenian tradisional warga setempat dalam wadah Sanggar Wonoseni Bandongan itu, mengatakan bahwa berdasarkan kamus bahasa Jawa, kata "weton" artinya hari kelahiran.
        
Akan tetapi, kata "weton" dipahami secara naluriah juga oleh warga setempat, sebagai berasal dari kata "metu" yang  artinya "keluar".

        
aksudnya, setelah umat Islam dusun itu shalat Id, kemudian mengeluarkan dari rumah masing-masing, menu makanan untuk berlebaran, yakni ketupat dengan aneka sayuran, seperti opor ayam dan bumbu rujak.
        
"'Weton' itu, maksudnya masyarakat mengeluarkan ketupat masing-masing. Di dusun ini ada empat masjid, semua menjalani tradisi Weton ini di masjid masing-masing, setelah selesai shalat Id," katanya.
       
 Dusun Wonolelo yang letaknya, relatif tak jauh dari Kota Magelang itu, jumlah warganya saat ini sekitar 300 jiwa. Umumnya, masyarakat setempat berpenghidupan sehari-hari sebagai pekerja atau buruh, petani, dan pedagang.
       
Beberapa warga lainnya menjadi perantau. Mereka bekerja di luar Magelang dengan berbagai bentuk pekerjaan masing-masing. Setiap Lebaran, perantau dari Dusun Wonolelo tersebut mudik untuk berkumpul dan bersilaturahim dengan keluarga dan sanak saudara.
        
Setelah bersalam-salaman untuk saling memaafkan bakda shalat Id yang pagi itu dipimpin imam Kiai Khomaruddin dan khatib Amron Rosyadi, warga kemudian mengambil tempat untuk duduk bersila di serambil masjid dusun tersebut.
        
Amron Rosyadi yang juga Ketua Takmir Masjid Al Mu'in Dusun Wonolelo memimpin mereka untuk  membacakan doa tahlil selama beberapa saat dan selanjutnya warga bersama-sama melakukan jamuan makan dengan menu ketupat Lebaran. Itulah saat puncak gembira mereka menjalani tradisi Weton.
        
"Ini kan tradisi syukuran di dusun kami, setelah masyarakat berpuasa sebulan penuh pada bulan suci Ramadhan," kata Pangadi yang kelompok keseniannya melestarikan tradisi musik Islami, bernama Madyapitutur.
        
Kesenian Madyapitutur yang dihidupi oleh warga setempat melalui Sanggar Wonoseni Bandongan itu, berupa lantunan tembang-tembang bersyair Islami oleh pemainnya, dengan iringan tabuhan sejumlah alat musik, antara lain terbang, beduk, dan "jedor".
        
Ia mengatakan tradisi Weton juga menjadi sarana warga untuk semakin mempererat jalinan persaudaraan dan kekeluargaan di dusun tersebut.
        
"Makna tradisi ini kami rasakan begitu mendalam, karena sebelumnya melalui puasa terlebih dahulu selama Ramadhan, meningkatkan amal ibadah selama Bulan Suci, lalu kami bersyukur dan gembira pada hari Idul Fitri," katanya.
        
Saat khotbah di Masjid Al Mu'in itu, khatib Amron juga menjelaskan tentang wujud syukur umat Islam, termasuk warga dusun setempat, melalui kegembiraan Idul Fitri.
        
Idul Fitri, katanya, sebagai hari besar dan agung karena Allah SWT memberi pengampunan kepada umat Islam yang telah menjalani dengan tekun ibadah puasa Ramadhan.
        
"'Kita pinaringan kanugerahan riyaya punika, kita dipun paringi pangapunten dosa-dosanipun kaliyan Allah SWT, kita pinaringan berkah ingkang kathah'. (Kita mendapat anugerah saat Idul Fitri, dosa-dosa kita diampuni oleh Tuhan, dan kita mendapat berkah yang melimpah, red.)," katanya.
        
Ia mengajak umat Islam setempat untuk selanjutnya semakin memiliki kekuatan iman dan takwa kepada Allah SWT, menjalankan perintah dan menjauhi segala larangan-Nya, dalam kehidupan sehari-hari pada masa mendatang.
        
"Patutlah kita bersyukur, karena mendapat rida dari Allah," katanya.