Resensi Buku: Jati Diri Pemimpin Lampung Sebenarnya

id Resensi Buku: Jati Diri Pemimpin Lampung Sebenarnya

Resensi Buku: Jati Diri Pemimpin Lampung Sebenarnya

Buku Memoar Gubernur Lampung Sjachroedin ZP yang segera mengakhiri kepemimpinan pada 2 Juni 2014. (FOTO: ANTARA LAMPUNG/Ist)

(Data Buku: Merampungkan Tugas Sejarah: Memoar Komjen Pol. (Purn.) Drs. H. Sjachroedin Z.P., S.H. Satu Dekade Memimpin Pembangunan Lampung (2004-2014). Penulis: Zulfikar Fuad. Alifes Inc.-PT Media Kisah Hidup, Jakarta I, Januari 2014, xvi + 292 hlm.)

Siapa warga Lampung yang tidak kenal Sjachroedin Z.P. Seorang kepala daerah yang memimpin provinsi serambi Sumatera satu dekade ini, tidak hanya dikenal oleh masyarakat Lampung saja, tetapi juga secara luas di tingkat nasional. Sjachroedin dikenal publik sebagai sosok yang tegas, berani, lantang saat berpidato dan berlatar belakang kepolisian. Karakter khas yang dimilikinya itu, ternyata menorehkan banyak catatan hasil kerjanya dalam sejarah Lampung dan sejarah nasional.

Pada 2 Juni 2014 ini, Sjachroedin harus mengakhiri masa jabatan periode keduanya sebagai Gubernur Lampung yang berpasangan dengan Wakil Gubernur MS Joko Umar Said. Penggantinya adalah pasangan Muhammad Ridho Ficardo-Bakhtiar Basri, kombinasi pemimpin muda dan birokrat senior, dengan segala kontroversi menyertai, seperti halnya kontroversi kepemimpinan Sjachroedin selama ini.

Membaca buku "Merampungkan Tugas Sejarah, Memoar Komjen Pol. (Purn.) Drs. H. Sjachroedin Z.P., S.H. Satu Dekade Memimpin Pembangunan Lampung (2004-2014)" yang ditulis oleh Zulfikar Fuad, seorang penulis kisah hidup yang berpengalaman menulis biografi berbagai tokoh baik lokal maupun nasional ini, pembaca akan mengetahui sosok seutuhnya dari pemimpin Lampung satu dekade. Dalam penulisannya, Zulfikar Fuad menggunakan bahasa sederhana dan gaya bertutur langsung. Zulfikar adalah seorang penulis kisah hidup yang berpengalaman. Namun dari sejumlah buku biografi yang dia tulis, seperti biografi Bupati Tulangbawang Abdurrachman Sarbini (Mance), dan biografi Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), dalam buku ini  pembaca relatif lebih mudah menyelami karakter tokohnya. Gaya penulisan bertutur dapat membawa pembaca bisa mengetahui sejarah nyata jejak kiprah Sjachroedin menjadi pemimpin Lampung sekaligus dapat memahami karakternya.

Dalam buku ini, pembaca akan melihat secara jelas motivasi Sjachroedin masuk dalam dunia politik, setelah purnabakti (pensiun) dari kepolisian. Sebagai putra daerah Lampung, dia menegaskan tekad ingin membangun tanah kelahirannya. Kemudian setelah terpilih, semangat pembangunan Oedin, panggilan akrab Sjachroedin, juga sangat luar biasa. Hal itu dapat diliihat dari karakter kerja cepat serta disiplin. Kita bisa melihat reaksi Oedin saat pertama kali memimpin Lampung di bawah judul bab "Hari Pertama Saya Bekerja". "Kalau ditanya, bagaimana keadaan internal Pemprov Lampung di awal saya bertugas? Cukup saya gambarkan dengan satu kata: semrawut. Kesemrawutan..." (hlm. 39). Membaca bab ini, pembaca memperoleh gambaran bagaimana kerja Sjachroedin yang sudah 30 tahun bekerja di kepolisian dengan kecepatan, kecermatan dan disiplin tinggi dalam bekerja.

Sjachroedin selalu mengajarkan kedisiplinan dan kejujuran kepada bawahannya. Gaya berpidato di depan publik, Sjachroedin selalu lantang dan berapi-api. Namun meskipun bicaranya keras seolah tanpa ada yang ditutup-tutupi, kata-katanya jarang menyinggung perasaan, mengingat pada setiap selesai pidatonya, Oedin selalu mengakhirinya dengan candaan-candaan khasnya sekaligus pernyataan meminta maaf.

                                 Melahirkan Banyak Terobosan
Setelah dilantik menjadi Gubernur Lampung pada 2 Juni 2004, Sjachroedin terus-menerus melakukan pembenahan-pembenahan di segala bidang. Pembenahan dan pembangunan dalam buku ini digambarkan dan dibuka dengan bab "Arah Kebijakan Saya" (Bab 6). Sejak memimpin Lampung, Sjachroedin fokus untuk mengentaskan kemiskinan dan menurunkan angka pengangguran. Selain fokus dalam masalah perekonomian dan revitalisasi pertanian, Sjachroedin juga terus mendorong pembangunan insfrastruktur. "Saya mendorong, agar pembangunan insfrastruktur kita galakkan untuk menggerakkan ekonomi daerah secara keseluruhan. Kita berupaya membuat perencanaan pembangunan insfrastruktur yang tidak hanya sesuai kebutuhan jangka pendek dan panjang masyarakat Lampung, tetapi juga punya nilai bisnis bagi investor. Tanpa itu, tidak akan ada investor yang tertarik membangun Lampung." (hlm. 43).

Ungkapan Sjachroedin tersebut menggambarkan bahwa sebagai Gubernur, dia memahami dan tahu betul sektor-sektor apa saja yang harus diprioritaskan agar bisa membuat Lampung lebih maju. Oedin kemudian mulai memperbaiki insfrastruktur dan menggandeng investor untuk bersama-sama membangun Provinsi Lampung. Sejak saat itulah Sjachroedin kemudian melahirkan karya-karya besarnya dengan mendirikan Menara Siger yang megah yang terletak di Bakauheni Kabupaten Lampung Selatan. Mulai saat itu, Lampung memiliki bangunan monumental yang mencerminkan adat dan budaya lokal sekaligus menjadi 'ikon' daerah ini. "...Menara Siger adalah obsesi saya, yang sudah lama terpendam..." (hlm. 87).

Setelah berhasil membangun Menara Siger, Oedin terus melahirkan terobosan yang menjadi karya-karya besar, yakni terobosan untuk membangun Kota Baru yang nantinya menjadi cermin Lampung masa depan. Pembangunan kota yang menjadi pusat Pemerintah Provinsi Lampung yang baru ini sudah dimulai dan tinggal dilanjutkan oleh penerus kepemimpinan di daerah ini. Tak hanya sampai disitu, Sjachroedin juga berupaya keras dapat meningkatkan status sebagai bandar udara internasional pada Bandara Radin Inten II Branti Lampung Selatan sekaligus menjadikannya sebagai bandara embarkasi haji.

Sjachroedin juga berupaya mewujudkan pembangunan Terminal Agribisnis dan rumah sakit keliling. Keberhasilan juga ditorehkan selama kepemimpinan Gubernur Lampung dua periode itu, dengan mendirikan Institut Teknologi Sumatera (ITERA), sehingga akhirnya dipilih dibangun di daerah Lampung padahal daerah lain (Provinsi Sumatera Selatan juga menghendakinya). "Bagi Lampung, keberadaan Kampus ITERA juga mendukung visi Lampung Maju dan Sejahtera 2025. Sinergi antara pemerintah pusat dan daerah seperti ini, saya yakini akan membuat lompatan besar bagi kemajuan Lampung, Sumatera, dan Indonesia." (hlm. 211). Mimpi dan gagasan besar Sjachroedin yang juga hampir terwujud adalah pembangunan jalan tol Sumatera dan Jembatan Selat Sunda (JSS). Namun sejumlah terobosan itu juga bergantung pada dukungan dan kebijakan politik pemerintah pusat di Jakarta. Kerja besar yang ditorehkan Sjachroedin itu tidak lepas dari kepiawaiannya berkomunikasi dengan pemerintah pusat, kemampuan mengatur jajarannya, serta "keahlian" mengelola konflik di Provinsi Lampung.

Buku ini sangat menarik. Membaca bab demi bab hingga kalimat terakhir buku ini, tidak terasa bosan karena disajikan secara sederhana dan berasal dari ucapan langsung dari sang Gubernur Lampung ini. Tak hanya penyampaiannya yang menarik, pembaca juga bisa melihat secara lengkap sosok, kepribadian, cita-cita seorang pemimpin terhadap daerahnya. Memoar ini semakin lengkap karena didukung dengan foto-foto kegiatan serta prestasi yang sudah diraih.

Pada Bab 30 "Saatnya Saya Istrirahat" yang menjadi bab terakhir dalam buku ini, Sjachroedin menegaskan akan istirahat dari aktivitas politik dan pemerintahan usai berakhir tugasnya sebagai Gubernur dan Ketua DPD PDI Perjuangan Provinsi Lampung, dia menyatakan ingin menikmati hidup bebas sebagai warga biasa. Namun meski tugasnya segera berakhir, kecintaannya dengan tanah kelahirannya membuat Sjachroedin bertekad tetap akan turut serta membangun Lampung. "Sebagai putra daerah, saya amat mencintai Bumi Ruwa Jurai. Tanah tempat saya dilahirkan, dan tanah tempat saya akan dimakamkan. Karena itu, meski nantinya pensiun, saya akan tetap turut serta dalam pembangunan, minimal dengan menyumbangkan pikiran-pikiran yang memajukan. Bila diperlukan, sekali-kali mengingatkan pemimpin kita, jika langkahnya tidak sesuai konstitusi, tidak sesuai amanah masyarakat." (hlm. 251).

Itulah sejarah Lampung yang ditorehkan Sjachroedin Z.P. selama memimpin provinsi ini. Dia harus diakui telah berhasil melahirkan banyak karya yang patut diapresiasi dan dijaga keberlangsungannya. Namun tak sedikit pula koreksi dan kritik disampaikan kepadanya, selama memimpin daerah ini, termasuk keluh kesah atas problem kerusakan infrastruktur transportasi khususnya kerusakan jalan yang cenderung lamban perbaikannya. Sjachroedin juga ikut disebut sebagai sosok pemimpin yang membangun "dinasti", sehingga anak-anak maupun keluarga dan kerabatnya mendapatkan posisi penting dalam pemerintahan dan institusi lainnya. Anak-anaknya berhasil terpilih menjadi bupati, wakil bupati, anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD), dan kakak kandungnya terpilih menjadi anggota DPRD dari partainya, juga adik kandungnya yang memimpin organisasi pembina olahraga di provinsi ini. Namun itulah sosok Sjachroedin, dengan segala kelebihan, kontroversi maupun kekurangannya, dia tetaplah harus dicatat sejarah sebagai pemimpin provinsi ini selama dua periode--meskipun sempat harus mundur saat mencalon periode kedua dan digantikan Wakil Gubernur Syamsurya Ryacudu yang kemudian selama sekitar satu tahun meneruskan kepemimpinannya sebagai Gubernur Lampung, sebelum akhirnya Sjachroedin yang memilih pasangan baru, MS Joko Umar Said memenangkan pemilihan gubernur Lampung periode selanjutnya.

Selepas ditinggal Sjachroedin yang harus mengakhiri masa jabatan keduanya pada 2 Juni 2014 ini, pemimpin Lampung ke depan mau tidak mau ditantang untuk melanjutkan sejumlah program maupun terobosan Sjachroedin, sekaligus menghadapi tantangan untuk dapat benar-benar menorehkan sejarah baru dengan membawa Provinsi Lampung menjadi provinsi terbaik dan termaju di Sumatera, bukan lagi provinsi yang selalu dikaitkan dengan wilayah tergolong paling miskin di Sumatera maupun Indonesia ini lagi.

Sebuah tantangan berat yang harus dijawab penerus Sjachroedin dan sekaligus akan membuktikan siapa sebenarnya pemimpin terbaik di daerah ini sepanjang sejarahnya. 

*) Penulis adalah praktisi media, warga Bandarlampung, Alumnus S-2 IAIN Raden Intan Lampung.