Berbagi Masa Depan Dengan Origami

id edukasi

Berbagi Masa Depan Dengan Origami

Direktur Sanggar Origami Indonesia Maya Hirai berbagi pengetahuan seni melipat kertas dari Jepang atau origami kepada 420 pengajar PAUD di aula Islamic Center Waykanan, Blambangan Umpu, Lampung. (FOTO ANTARA/Gatot Arifianto)

Setiap warga negara yang memiliki pengetahuan mempunyai tanggung jawab untuk membaginya bagi sesama untuk kemajuan Indonesia mendatang.
           
Tetapi, berapa banyak ingin berlaku seperti itu di hari ini?
      
Di aula Islamic Center Kabupaten Waykanan, Provinsi Lampung yang berada di Kelurahan Blambangan Umpu, seorang ibu rumah tangga yang populer dengan nama Maya Hirai membuat "gunung" atau segitiga dari kertas segi empat berwarna hijau muda dan merah muda.
             
Dan pelajaran imajinasi melalui seni melipat kertas ala Jepang atau origami berlangsung di ruang berukuran sekitar 20 x 20 meter penuh dengan 450 pengajar pendidikan anak usia dini (PAUD) dan TK di daerah itu.
             
"Dua segitiga atau 'gunung' yang disatukan selanjutnya bisa ditempel di kertas, setelah itu ajak anak-anak menggambar matahari bersinar di bagian tengahnya," ujar perempuan kelahiran Bojonegoro, Jawa Timur, 28 Mei 1971 itu.
           
Model kedua origami yang mudah selanjutnya ialah menjadikan "gunung" atau segitiga sebagai atap rumah dengan tambahan kertas sebagai dinding, pintu dan jendela.
           
Perempuan bernama asli Fajar Ismayati yang mengenakan pakaian muslimah abu-abu dipadu jilbab bercorak kotak dengan warna hitam dan merah muda itu selanjutnya menjajarkan empat segitiga dan kemudian menautkan kedua ujungnya sehingga berbentuk mahkota.
           
Ibu dari Abdullah Muhammad Yahya, Muhammad Yusuf Rabbani, Tsurayya Az Zahra dan Muhammad Ismail Ibadurrahman itu selanjutnya mengenakan mahkota kertas berwarna hijau dan kuning itu di kepalanya.
           
"Variabel penting untuk mengajarkan origami kepada anak-anak ialah dongeng, misalnya setelah membuat 'gunung' bisa disampaikan kepada anak apa saja bagian gunung dan siapa penciptanya," katanya.

    
                       Origami, Kepribadian dan Perkembangan Otak
       
Banyak orang mengenal dan mengerti melipat kertas. Tetapi mengapa pula harus dipelajari? Apa manfaatnya setelah dipelajari? Dan mengapa juga harus mendatangkan Maya Hirai jauh-jauh dari Bandung, Jawa Barat yang tentunya menghabiskan biaya tidak sedikit?
        
Istri dari Bambang Setia Budi itu mempelajari origami di Jepang selama 2,5 tahun. Selain itu, ia ialah anggota dan pemegang sertifikat instruktur origami berkualifikasi dari Nippon Origami Association (NOA).
             
"Alhamdulillah, saya berkesempatan belajar origami di Jepang meski sebenarnya tidak direncanakan," kata dia lalu menambahkan jika berangkat ke Negeri Sakura di tahun 2003 sebenarnya hanya untuk menemani suaminya kuliah S2.
            
Pulang ke Indonesia tahun 2006, ia mendirikan Sanggar Origami Indonesia dan menjadi direktur komunitas itu.
            
"Sebagai perempuan yang memiliki pengetahuan origami, saya hanya ingin membagi ilmu bermanfaat kepada pengajar PAUD dan TK yang nantinya akan disampaikan kepada anak didik," kata perempuan yang mengambil nama Hirai dari guru yang mengajarinya origami, yakni Takako Hirai San itu menjelaskan.
              
Hal tersebut, kata penulis buku Origami untuk Anak Sekolah Dasar (2006) lagi, adalah tanggung jawab warga negara yang memiliki kemampuan berbagi pengetahuan dengan sesama.
              
"Walau saya ialah ibu rumah tangga yang harus mengurus suami dan anak, saya ingin tetap memberikan porsi melaksanakan tanggung jawab berbagi pengetahuan sambil mengurus keluarga," kata penulis buku 30 Origami Favorit (2007) itu pula.
            
Ia meyakini, origami bukan sekedar seni melipat kertas biasa karena mempunyai manfaat yang membentuk perilaku, karakter dan kepribadian masyarakat Jepang.
              
Faktanya, ujar dia lagi, masyarakat "Negeri Matahari Terbit" terbiasa hidup bersih, rapi, detail dan teliti sebagaimana diajarkan dalam origami.
              
"Itu budaya masyarakat negara Jepang yang maju. Mereka memiliki perhatian terhadap hal-hal kecil, tidak salah untuk dipelajari," kata dia.
             
Seni melipat kertas ala Jepang itu menurut dia pula layak dipelajari karena dapat berperan membantu perkembangan otak kanan dan kiri anak.
             
Saat berbagi pengetahuan mengenai origami, anak pertama dari empat bersaudara itu menegaskan bahwa peran origami bagi perkembangan otak kiri adalah untuk melatih kedisiplinan.
             
Selain itu juga melatih anak-anak untuk rapi, membuat sesuai instruksi, dengan rapi dan teliti.
             
"Hal-hal tersebut yang termasuk bagian untuk mengembangkan otak kiri yang bisa diambil dari origami," kata dia pula.
             
Manfaat origami bagi pertumbuhan otak kanan juga ada.
        
Ketika origami dibentuk sebagai pesawat, boleh saja pesawat memiliki satu warna dan bercorak lain, begitu juga dengan bentuk seni melipat kertas lain seperti kodok, kata dia menerangkan.
              
"Origami berbentuk besar akan berbeda fungsi dengan origami berbentuk kecil yang bisa jadi bros. Penggalian kreativitas tersebut berhubungan dengan otak kanan," ujar Maya lantas mengajak peserta senantiasa mendorong anak-anak menjadi kreator demi masa depan mereka.
             
Sebagian peserta "Pelatihan Origami" mengatakan akan membeli mainan bagi anak-anaknya saat memasuki mal.
            
"Membuat harus ada dorongan. Jika anak-anak hanya dibelikan mainan, tentu tidak menumbuhkan jiwa kreator pada mereka," ujarnya menjelaskan.
            
Origami, kata penulis buku Origami untuk Anak Usia 4-10 tahun (2008) itu lagi, berpotensi mendorong anak-anak menjadi pembuat dan kreator melalui intruksi diberikan pada awalnya.
            
Manfaat lain dari mempelajari origami ialah mendidik individu bisa bijaksana melihat barang tidak dimanfaatkan.
             
Ketika sudah tahu cara melipat kertas, nanti saat melihat bekas kertas kado, bekas kertas pembungkus semen, bisa menggunakan benda-benda tersebut sehingga mempunyai nilai ekonomis.
              
"Seperti dibuat cinderamata pernikahan," kata ibu empat anak yang meyakini jika kaum perempuan harus terlibat aktif memberikan sumbangsih berarti kepada negara untuk perbaikan Indonesia masa mendatang sebagaimana telah dilakukan Kartini, Dewi Sartika dan pahlawan perempuan lainnya.
             
Sumbangsih kepada negara, menurut dia ialah wujud rasa cinta dan tanggung jawab kepada negara supaya negara Indonesia masa mendatang semakin baik.
            
"Sehingga meski kita sudah tidak ada, apa yang sudah kita sumbangkan ada yang merasakannya pada masa mendatang," katanya.
            
Apa yang diyakini Maya Hirai mengingatkan jiwa "Si Tou Timou Tumou Tou" Sam Ratulangi yang berarti seorang manusia harus mengembangkan potensi dan kualitasnya untuk dapat mempunyai arti atau peranan dalam masyarakat dengan menghidupkan manusia lain.
            
Suatu hal yang jelas lebih berarti daripada diam tanpa berbuat apalagi bersuara tanpa berbuat.