Studi: Wabah Bakteri Akibat Pemanasan Samudra

id Studi: Wabah Bakteri Akibat Pemanasan Samudera

Studi: Wabah Bakteri Akibat Pemanasan Samudra

Antartika. (www.google.co.id).

Peningkatan besar ini yang telah kita saksikan dalam banyak kasus selama tahun gelombang panas ... cenderung menunjukkan perubahan iklim dapat dipastikan memicu infeksi."
London (ANTARA/Reuters) - Perubahan iklim akibat ulah manusia adalah penggerak utama di balik kemunculan sejumlah bakteri di Eropa utara sehingga mengakibatkan radang perut dan usus besar (gastroenteritis), demikian hasil satu penelitian baru oleh sekelompok ahli internasional.

Penelitian tersebut, yang disiarkan di jurnal Nature Climate Change, Ahad (22/7), memberi bukti nyata pertama bahwa pola pemanasan Laut Baltik telah terjadi bersamaan dengan kemunculan infeksi Vibrio di Eropa utara.

Vibrio adalah sekelompok bakteri yang biasanya tumbuh di lingkungan laut tropis dan hangat. Bakteri tersebut dapat mengakibatkan sejumlah infeksi pada manusia, mulai dari kolera sampai gejala mirip-gastroentritis akibat orang memakan kerang mentah atau yang dimasak kurang matang atau terpajan air laut.

Satu tim ilmuwan dari berbagai lembaga di Inggris, Finlandia, Spanyol dan Amerika Serikat meneliti catatan temperatur permukaan laut dan data satelit, serta statistik mengenai berbagai kasus Vibrio di Baltik.

Mereka mendapati jumlah dan penyebaran kasus tersebut di daerah Laut Baltik sangat berkaitan dengan puncak temperatur permukaan laut. Setiap tahun temperatur naik satu derajat, maka jumlah kasus Vibrio naik hampir 200 tahun.

"Peningkatan besar ini yang telah kita saksikan dalam banyak kasus selama tahun gelombang panas ... cenderung menunjukkan perubahan iklim dapat dipastikan memicu infeksi," kata Craig Baker-Austin dari Pusat bagi Sain Akuakultur, Lingkungan Hidup, dan Perikanan --yang berpusat di Inggris-- kepada Reuters. Ia adalah salah seorang penulis studi tersebut.

Studi mengenai iklim menunjukkan naiknya buangan gas rumah kaca membuat temperatur rata-rata permukaan global naik sebanyak 0,17 derajat Celsius selama satu dasawarsa dari 1980 sampai 201, demikian laporan Reuters --yang dipantau ANTARA di Jakarta, Senin siang.

Studi Vibrio itu dipusatkan pada Laut Baltik khususnya, sebab laut tersebut menghangat rata-rata 0,063 sampai 0,078 derajat Celsius setahun dari 1982 sampai 2010, atau 6,3 sampai 7,8 derajat dalam satu abad. Kondisi itu tak pernah terjadi sebelumnya.

"(Itu) merupakan, setahu kami, penghangatan tercepat ekosistem kelautan yang sejauh ini diteliti di tempat lain di Bumi," kata dokumen tersebut.

Banyak bakteri laut berjuang hidup di air laut yang hangat dengan kadar garam rendah. Selain menimbulkan pemanasan, perubahan iklim telah mengakibatkan curah hujan jadi lebih sering dengan intensitas lebih lebat, sehingga mengurangi kandungan garam tanah basah pantai dan muara.

Saat temperatur samudra terus naik dan kadar garam di wilayah pantai di belahan Bumi utara berkurang, rangkaian bakteri Vibrio akan muncul di daerah baru, kata para ilmuwan tersebut.

Wabah Vibrio juga telah muncul di wilayah bertemperatur sedang dan dingin di Chile, Peru, Israel, bagian barat-laut Pasifik AS dan Spanyol barat-laut, dan itu mungkin berkaitan dengan pola pemanasan global, kata para ilmuwan itu.(ANTARA).